Dosa Besar Permendikbud 30/2021

Oleh: Yuke Octavianty

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

 

Lensa Media News – Kekerasan kampus kian menyeruak ke permukaan. Dan terus hangat menjadi perbincangan. Salah satu diantaranya adalah kekerasan Diklat Menwa UNS (Universitas Sebelas Maret), Solo, tanggal 23-31 Oktober 2021, yang mengakibatkan tewasnya Gilang Endi Saputra (tribunnews, 18/11/2021). Tak hanya di UNS, kekerasan pun terjadi di beberapa kampus tanah air.

Berulangnya kekerasan aktivitas kampus menimbulkan tanda tanya besar bagi publik, tak adakah solusi bijak untuk menyikapinya?

Mendikbudristek, Nadiem Makarim membentuk Permendikbud no.30 tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Di dalam Permen ini, esensinya ada tiga, yaitu pertama, harus ada satu unit bernama satgas yang bertanggung jawab melakukan semua pelaporan, pemulihan, perlindungan, dan monitoring rekomendasi sanksi.

Kedua, penjabaran spesifik terkait definisi 20 perilaku yang masuk dalam kategori kekerasan seksual. Bukan hanya fisik, tetapi juga verbal, bahkan secara digital. Ketiga, partisipasi seluruh civitas akademik dalam proses penyelesaian kekerasan seksual. (pikiran-rakyat.com, 11/11/2021).

Namun ternyata, Peraturan Menteri ini menuai kontroversi di tengah khalayak. Beberapa poin yang menuai kontroversi terkait dengan kekerasan seksual, seperti meraba,memegang, mencium, dan lain-lain yang sarat dengan perlakuan tak senonoh. Menyangkut pernyataan “tanpa persetujuan korban” yang disebutkan berulang-ulang. Pertanyaannya, lantas, apakah jika poin-poin pasal kekerasan seksual yang dilakukan dengan “persetujuan korban” tak dikenakan sanksi hukum?

Inilah missed point pasal Permendikbud 30/2021, yang ramai menjadi fokus para ulama, organisasi Islam dan para cendekiawan muslim. Aroma liberalisasi sistem sangat kuat dalam Permen ini. Alih-alih menjaga hak asasi manusia, namun malah menjadi pintu legalisasi zina. Payung hukum seperti ini sangat berbahaya untuk maslahat umat. Apalagi jika dasar hukum ini dijadikan sebagai dasar untuk melakukan seks bebas, karena alasan suka sama suka atau dengan persetujuan pelaku. Musibah besar pasti kian besar menganga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya,

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 32)

Islam menegaskan bahwa zina adalah perbuatan keji dan dosa besar. Dan seburuk-buruknya jalan. Baik dengan persetujuan pelaku maupun tidak ada persetujuan pelaku. Segala perbuatan keji harus ditindak, karena akan menimbulkan masalah besar dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Liberalisme dan sekulerisme, merupakan biang kerok dari segala sumber masalah. Mengapa?

Sekulerisme, pemisahan aturan agama dari kehidupan, menjadikan kehidupan kian kacau. Apalagi saat aturan agama ditinggalkan, tak ada lagi yang dapat dijadikan sandaran. Liberalisme dan sekulerisme inilah alat Barat yang digunakan untuk merusak pemikiran umat Islam. Budaya barat yang serba boleh menjadikan umat sesat dan terlena dalam kelalaian. Hingga tak tahu lagi arah benar dan salah.

Jelas, solusi Permendikbud 30/2021 adalah dosa besar yang melegalkan perbuatan keji dilakukan. Bukannya menjadi solusi kekerasan di perguruan tinggi, yang seharusnya melahirkan generasi tangguh pencipta peradaban Islam, justru malah membuka liang besar yang sangat berbahaya. Berbahaya bagi masa depan umat dan generasi berikutnya.

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis