Jalan Attaturk, Bukti Sekularisme Mencengkeram Negeri
Oleh: Anita Ummu Taqillah
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Mustafa Kemal Attaturk, presiden pertama Turki memang dikenal sebagai pejuang revolusi. Namun sesungguhnya, jika kita (sebagai muslim) meneliti dan menggali lebih dalam lagi, maka revolusi yang dilakukan saat itu adalah merubah sistem Islam kedalam sistem kapitalisme sekular. Attaturk sejatinya adalah pengkhianat yang meruntuhkan Kekhilafahan Usmani Dengan fakta demikian, layakkah ia disandingkan selayaknya pahlawan?
Baru-baru ini pemerintah akan merubah nama salah satu jalan di Menteng, Jakarta Pusat dengan nama Attaturk. Dilansir dari tempo.co (18/10/2021), Wakil Gubernur atau Wagub DKI Ahmad Riza Patria menyampaikan bahwa hal itu dilakukan sebagai bagian dari kerjasama dengan Turki. Sebab, nama presiden pertama RI Soekarno juga menjadi nama jalan di depan KBRI di Turki dan nama yang diusulkan oleh presiden Turki adalah Attaturk.
Namun demikian, Wagub juga menyatakan bahwa dengan adanya reaksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat, akan menjadi pertimbangan. Sehingga akan dicarikan solusi terbaik agar kerjasama tetap berjalan dan tetap saling menghormati antar negara.
Selain penolakan muncul dari kalangan masyarakat, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas pun menolak rencana pemerintah tersebut. Dilansir dari cnnindonesia.com (17/10/2021), Abbas menilai, bahwa pemikiran seorang Attaturk bertentangan dengan fatwa MUI pada 2015 lalu tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa Pluralisme, Liberalisme dan Sekulerisme adalah ajaran yang bertentangan dengan Islam. Sedangkan Attaturk adalah seorang yang berpikiran sekular, maka jelas ia harus ditolak.
Lebih jauh lagi, Abbas menilai, bahwa banyak hal yang sudah dilakukan Ataturk bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Alquran dan sunah. Langkah yang dilakukan Ataturk demi menjadikan Turki menjadi negara maju dengan cara menjauhkan rakyat dari ajaran agama Islam.
Dikenalnya nama Attaturk sebagai sosok bapak revolusi, tak lain adalah karena sekulerisme sudah mencengkeram negeri-negeri kaum muslim. Barat (Inggris, Amerika dan sekutunya) pada saat itu telah berhasil menyusupkan Mustafa Kemal Attaturk ke kekhilafahan Turki Usmaniyah untuk merubah pemikiran umat Islam di sana. Ia menjauhkan nilai-nilai Islam dari masyarakat yang selama ratusan tahun dinaungi cahaya Islam.
Selain itu Attaturk dikendalikan Barat untuk mengajak masyarakat untuk terbebas dari aturan kekhilafahan Usmani dan mendorong melepaskan diri darinya. Hingga akhirnya kekhilafahan Turki Usmaniyah runtuh dan terpecah menjadi puluhan negara nasionalis sekular hingga saat ini. Sejarah pun diputar balik, seolah masa-masa dalam naungan Islam adalah kegelapan, dan hadirnya Attaturk adalah cahaya kebebasan bagi dunia.
Itulah sebabnya kenapa kita sebagai umat Islam harus menolak nama Attaturk diabadikan sebagai nama jalan di negeri ini. Apalagi biasanya, nama jalan yang diambil dari nama orang adalah sebagai penghormatan dan penghargaan akan orang ternama, selayaknya pahlawan atau sejenisnya. Maka dari sisi ajaran Islam, Attaturk tidak layak mendapatkan hal itu.
Selain menolak penghargaan terhadap Attaturk, maka kita juga wajib menolak ajaran yang diusungnya, serta yang diusung Barat, yaitu Pluralisme, Liberalisme, Sekulerisme dan paham isme-isme lainnya. Sebab, paham tersebut lah yang sejatinya semakin menjadikan umat Islam terpuruk, dirundung berbagai masalah dan juga semakin jauh dari ajaran Islam itu sendiri.
Sebagai seorang muslim yang beriman, sudah selayaknya kita lebih mencintai ajaran Islam daripada ajaran Barat. Cinta itu kita wujudkan dengan menerapkannya dalam seluruh sendi kehidupan, agar berkah dari Allah subhanahu wata’ala kita dapatkan. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Al-A’raf ayat 96 yang artinya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
Wallahua’lam bishowab.
[mi/LM]