Sistem Islam, Menjamin Produk Halal

Oleh: Sri Retno Ningrum

 (Pegiat Literasi) 

 

Lensa Media News – Sebuah video yang direkam Animal Defenders Indonesia (ADI) viral di media sosial. Video tersebut berisi tentang perdagangan daging anjing di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Sudah diinvestigasi oleh ADI, penjual mengaku minimal menjual 4 ekor anjing dalam sehari dan sudah beroperasi lebih dari 6 tahun. (Republika.co.id, 12/9/2021).

Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya pun membenarkan adanya oknum pedagang yang menjual daging anjing di Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat. Gatra Vaganza selaku Manager Umum dan Humas Perumda Pasar Jaya menjelaskan penjualan daging tersebut memang tidak sesuai dengan Peraturan Perumda Pasar Jaya. Dalam peraturan tersebut, daging anjing tidak termasuk dalam komoditas yang dapat diperjualbelikan di jaringan pasar milik Pemprov DKI Jakarta dan berjanji akan mengevaluasi operasi pasar, sehingga penjualan komoditas di luar peraturan yang ada tidak terulang kembali. (Republika.co.id, 12/9/2021).

Selain itu, pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad berkomentar bahwa daging anjing yang dijual di salah satu pasar di DKI Jakarta mulai meresahkan masyarakat. Menurutnya, jual beli hewan untuk konsumsi harus memenuhi unsur keselamatan, kehalalan dan kesehatan. Terkait jual beli daging anjing, beliau menilai berpotensi merugikan kesehatan konsumen yakni penularan penyakit rabies.

Ditemukannya penjualan daging anjing tentu sangat meresahkan masyarakat terlebih sudah berlangsung selama 6 tahun. Ini tentu membuat umat bertanya, dimana fungsi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) selaku pengawas makanan di negeri ini? Kemudian mengapa UU Jaminan Keamanan beserta sanksinya tidak menjadikan masyarakat, khususnya pelaku kejahatan jera sehingga tidak melanggar aturan yang sudah ada?

Tak bisa dipungkiri bahwa, beredarnya daging anjing di Pasar Senen adalah motif ekonomi. Mereka menginginkan keuntungan yang berlipat ganda dengan modal yang minimalis. Orientasi tertinggi dalam hidupnya adalah mendapatkan sebanyak-banyak materi atau kepuasan jasadiyah. Inilah gambaran umat yang lahir dari sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menjadikan semakin di atas segalanya. Ditambah lagi, kapitalisme yang memiliki asas sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan) tidak lagi menjadikan agama sebagai patokannya.

Akibatnya, meski daging anjing haram dikonsumsi, namun dibiarkan. Padahal sangat jelas Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 168, yang artinya: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Lebih dari itu, sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam sudah seharusnya penguasa benar-benar melindungi kaum muslim dari makanan yang tidak halal. Akan tetapi hal itu sulit terwujud ketika sistem kapitalis-sekuler masih diterapkan.

Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan manusia termasuk berkaitan dengan makanan. Islam mengatur kaum muslim untuk memakan makanan yang halal dan toyib karena makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi fisik dan perilaku manusia. Lesley Stone dalam A Contextual Introduction to Islamic Food Restrictions menulis, catatan hadits menunjukkan Muhammad SAW menyembelih hewan dengan terlebih dulu menyebut nama Allah SWT. Ini merupakan bentuk dari upaya memberikan jaminan halal terhadap daging yang dikonsumsi.

Tak hanya soal makanan. Daulah Islam juga senantiasa melindungi kaum muslim dari minuman yang haram seperti minuman khamr atau alkohol dan sanksi tegas kepada siapa saja yang melanggarnya. Sebagai contoh pada masa Abu Bakar memberlakukan hukuman cambuk 40 kali untuk mereka yang kedapatan mabuk, pada masa Umar bin Khatab memberlakukan hukuman cambuk 80 kali. Hukuman cambuk dan penolakan kesaksian mereka yang mabuk berlaku hingga kepemimpinan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ibn Qayyim mengungkapkan tambahan hukuman cambuk sebanyak 20 kali bisa dilakukan jika orang yang mabuk melakukannya pada bulan Ramadhan.

Adapun bagi non-muslim diperbolehkan mengkonsumsi dan menjual makanan dan minuman yang haram, akan tetapi berada di komunitasnya. Sehingga kaum muslim aman dari produk haram. Khalifah juga senantiasa memberikan edukasi bagi kaum muslim tentang kriteria makanan yang halal dan toyib. Begitulah gambaran khalifah dalam menjamin produk halal bagi kaum muslim tanpa melakukan pengekangan terhadap non-muslim. Tidakkah kita menginginkannya?

Tentu sebagai seorang muslim sejati kita menginginkan dalam hidup ini selalu bersandar pada aturan-Nya. Untuk itu, sudah sepantasnya kita meninggalkan sistem kapitalis-sekuler kemudian beralih pada sistem Islam yaitu khilafah. Karena hanya khilafah-lah yang mampu mengantarkan kaum muslim menjadi hamba yang bertaqwa kepada-Nya.

Wallahu’alam Bisshowab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis