Ringankan Hukuman Koruptor, Bukti Nyata Eksistensi Sistem Kotor
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensamedianews.com-Juliari P. Batubara, nama ini tak asing dari deretan nama koruptor negeri yang tersohor. Namanya melambung tinggi saat tertangkap tangan melakukan korupsi bantuan sosial Covid-19. Mantan Menteri Sosial ini ditetapkan bersalah dan divonis 12 tahun penjara dan denda 500 juta subsidiar 6 bulan kurungan (CNNIndonesia.com, 24/8/2021). Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa hukuman 12 tahun, yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah hukuman yang tidak masuk akal untuk koruptor yang merampok kebutuhan rakyat saat pandemi (vivanews.com, 24/08/2021).
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menyatakan bahwa Juliari pantasnya dihukum seumur hidup. Karena korupsi yang dilakukan oleh Juliari berdampak langsung bagi keberlangsungan hidup rakyat yang tertekan karena pandemi (vivanews.com, 24/08/2021).
Dilansir dari CNNIndonesia.com (24/08/2021), Juliari mendapatkan keringanan hukuman karena sudah cukup menderita dicaci hingga dihina oleh masyarakat sebelum divonis pengadilan. Alasan lainnya juga dituturkan oleh hakim ketua, Yusuf Pranowo, bahwa Juliari mendapatkan keringanan hukuman karena berlaku tertib di persidangan selama 4 bulan terakhir (CNNIndonesia.com, 24/08/2021). Tak ayal, pernyataan tersebut membakar emosi publik.
Inikah potret hukum di negara yang digadang-gadang sebagai negara hukum? Ketidakadilan yang terpampang sungguh tampak jelas bagi seluruh umat. Umat yang tengah tercekik karena pandemi ditambah dengan bejatnya perilaku penguasa negeri. Luar biasa penderitaan umat yang bertubi-tubi. Di sisi lain, hukum begitu tajam terhadap para ulama yang menyuarakan dan memperjuangkan kebutuhan umat. Namun, tak bernyali, saat harus menangani kasus pejabat negeri.
Inilah bukti bahwa sistem yang berjalan kini adalah sistem kotor. Sistem yang tak bisa menjadikan kebutuhan rakyat sebagai prioritas utama. Sistem yang disinyalisasi, dikendalikan oleh segelintir minoritas yang memiliki “kepentingan” pada aset negeri.
Padahal seluruh aset negeri seharusnya dipergunakan seluas-luasnya untuk kebutuhan rakyat. Saat kebutuhan rakyat bukan prioritas, tentu kebutuhannya akan dipandang sebelah mata. Nasib rakyat pun akan semakin terlunta.
Dalam syariat Islam, kebutuhan rakyat adalah kebutuhan utama yang wajib dipenuhi negara. Mulai dari sandang, pangan, hingga papan. Bahkan kesehatan dan ketersediaan lapangan pekerjaan pun menjadi prioritas utama dalam pemenuhannya. Sistem Islam pasti melahirkan para pejabat pemerintahan yang amanah dan mengurusi seluruh kebutuhan umat atas dasar iman dan takwa hanya karena Allah Swt.
Rasulullah Saw. mendoakan kesusahan bagi para penguasa yang menindas umat beliau. “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” demikian munajat beliau, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim.
Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada Hari Pembalasan. “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Sistem (baca: sistem sekularisme) yang hingga hari ini berjalan adalah sistem kotor yang sangat jauh dari aturan Islam. Padahal aturan agama (baca: syariah Islam) adalah sumber rahmat untuk segala pengaturan urusan umat. Sistem sekuler ini tak dapat memenuhi seluruh kebutuhan umat. Karena kesejahteraan umat bukanlah tujuannya. Wajar adanya jika kehancuranlah yang kini terjadi.
Masihkah kita berharap pada sistem rusak? Tentu tidak. Kini saatnya perjuangkan sistem Islam, satu-satunya sistem shahih untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/Mi]