Bahaya Jeratan Utang Luar Negeri

Oleh : Deny Setyoko Wati, SH

 

Lensa Media News – Pandemi semakin tak terkendali. Bukannya fokus untuk menangani pandemi, dikabarkan pemerintah justru menambah utang untuk membiayai proyek. Sebagaimana yang dilansir oleh CNNIndonesia, 8 Juli 2021, Kementerian BUMN mengatakan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung bakal mengalami (cost deficiency) kekurangan biaya pada pengoperasian awalnya. Karenanya, pemerintah tengah bernegosiasi dengan Cina agar mendapat pinjaman diawal operasi KCJB nanti.

Menanggapi berita ini, tentu saja publik mempertanyakan mengapa pemerintah justru fokus membiayai proyek dibandingkan mengatasi pandemi? Padahal penambahan kasus harian Covid-19 dan penambahan kasus kematian akibat covid-19 di negeri ini cenderung tinggi. Pemerintah membuat kebijakan PPKM Darurat terhadap rakyat kecil. Tapi di sisi lain, pemerintah malah menggarap proyek yang tentu saja melibatkan banyak pekerja. Dan hal ini berpotensi besar terhadap penularan virus.

Hal ini seakan mengonfirmasikan bahwa sikap pemerintah hari ini tidak sepenuhnya berkonsentrasi untuk mengakhiri pandemi, ataupun menyelamatkan hidup rakyat. Tetap saja, yang menjadi fokusnya adalah menyelamatkan ekonomi segelintir rakyat elit. Inilah realita, penguasa abai mengurusi rakyat. Selain itu, bertambahnya utang luar negeri juga sejatinya akan semakin membebani APBN dan masyarakat. Pasalnya pemasukan APBN juga dari pajak rakyat. Namun, mengapa pemerintah tetap saja mengambil utang luar negeri? Padahal dalam kacamata politik mengambil utang untuk membiayai proyek dan infrastruktur negara bukanlah hal bijak. Hal ini akan menjerumuskan negeri ini kedalam jebakan politik yang merugikan.

Mengapa negeri ini tak pernah bisa lepas dari utang luar negeri? Kondisi ini berkaitan juga dengan penerapan sistem kehidupan hari ini yakni Kapitalisme. Pengaturan ekonomi dalam sistem Kapitalisme, yang berasaskan pada manfaat materi menjadikan utang sebagai jalan untuk menjajah suatu negeri. Dan sistem ini dikendalikan oleh negara adidaya, Amerika Serikat.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Abdurrahman Al Maliki dalam bukunya yang berjudul Politik Ekonomi Islam. Dalam bukunya tersebut, beliau juga menjelaskan secara rinci tentang bahaya utang luar negeri yang dapat menghilangkan kedaulatan suatu negeri. Sebab sesungguhnya, Negara Kapitalis dan lembaga-lembaga internasional (seperti IMF, World Bank) memberi bantuan utang bukan benar-benar berniat membantu negara-negara terbelakang.

Namun, untuk menguatkan dominasi mereka terhadap negara yang berutang. Melalui utang, mereka mengintervensi suatu negeri untuk dijadikan alat membela kepentingan-kepentingan negara adidaya dan kepentingan global.

Bahkan ketika suatu negara menolak mengambil utang, negara adidaya akan terus menekan hingga negara tersebut terpaksa menerima utang itu. Saat menerima utang pun disyaratkan harus dibelanjakan untuk proyek konsumtif dan pelayanan umum. Utang tidak boleh dibelanjakan untuk proyek produktif. Selain itu mengambil utang luar negeri pun juga tidak akan membawa kepada peningkatan kekayaan. Tapi justru akan menambah kemiskinan negara yang berutang.

Berdasarkan hal ini gamblanglah, mengapa negeri ini selalu terbelit utang luar negeri. Utang pun terus bertambah, mengacaukan APBN. Alhasil beberapa BUMN dan real estate akhirnya dilepas oleh negara, digunakan untuk menutupi utang. Negara kreditor akhirnya memiliki kekayaan tidak bergerak yang disimpan di suatu negara dan berhasil mengintervensi. Begitulah realitas bahaya utang luar negeri. Lebih jauh lagi, utang-utang tersebut berbasis riba, yang dalam kacamata Islam jelas haramnya.

Dengan demikian, sejatinya utang luar negeri akan terus membelit negeri-negeri Muslim karena penerapan kapitalisme. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk lepas dari belenggu tersebut adalah mencampakkan sistem kapitalisme. Kemudian berupaya beralih kepada kehidupan institusi Islam.

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis