PPKM Imbas Adopsi Sistem Kapitalistik
Oleh : Uswatun Al-Maghfirah
Lensa Media News – Lonjakan kasus positif covid-19 di Indonesia berujung pada diberlakukannya PPKM Darurat di kawasan Jawa Bali (BBC.com,1/7/2021) . Peraturan pembatasan kegiatan masyarakat ini diklaim lebih ketat dari PPKM mikro yang sebelumnya telah dilaksanakan sejak Januari 2021. Hal ini didasarkan atas fakta dibatasinya aktivitas pada bidang non esensial dengan cara 100% work from home (WFH), pelarangan makan di tempat, penutupan rumah ibadah serta pengalihan sekolah dengan konsep yang sama yaitu sistem daring (BBC.com, 1/7/2021).
Penggunaan istilah baru sebagai wujud antusiasme pemerintah dalam menanggapi adanya lonjakan pandemi, nyatanya menyisakan tanda tanya besar bahkan kritikan para pakar. Menurut Epidemiolog Tri Yunis dan Windhu Purnomo, penyekatan yang dilakukan pada PPKM Darurat kurang efektif untuk menurunkan laju pandemi. Untuk saat ini pemberlakuan lockdown atau penguncian total sangat diperlukan. Sedangkan keduanya memiliki konsep yang berbeda sehingga keputusan PPKM Darurat yang dicanangkan tidak lebih dari sekadar istilah tanpa esensi mengingat kondisi negeri yang memprihatinkan. (Merdeka.com,1/7/2021).
Tendensi serupa juga dilontarkan oleh salah satu anggota Fraksi PAN yang mana dalam analisanya, PPKM Darurat hanyalah aturan skala domestik yaitu Jawa dan Bali. Hal ini membuat wilayah di luar keduanya dalam ancaman apalagi dengan masih dibukanya penerbangan antar negara. Hal ini akan memicu penularan varian covid-19 dari negara lain dengan masif (Viva.co.id,4/7/2021). Fakta tersebut semakin menegaskan adanya anomali dalam kebijakan ini.
Pembuatan peraturan terkait covid-19 di Indonesia rasanya memang jauh dari pendapat ahli. Anjuran lockdown yang digembar-gemborkan para ahli nyatanya tidak dipenuhi. Alasan klasikal bahkan kerap kali mencuat dipublik terkait kondisi ekonomi yang tetap dan harus distabilkan kembali. Artinya fokus pemerintah bukan pada pemulihan kesehatan saja, namun juga pemulihan ekonomi yang pada dasarnya telah kolaps bahkan sebelum pandemi datang.
Alhasil, seluruh kebijakan yang disahkan tidak jauh dari faktor ekonomi. Bahkan terkesan mengedepankan ekonomi dibandingkan nyawa rakyat dan juga nakes yang telah berguguran. Peraturan PPKM Darurat saat ini memiliki konsep yng sama dengan PPKM mikro yang telah gagal mengatasi pandemi. Jika yang sebelumnya telah gagal mengapa tetap mempertahankan bahkan ketika banyak rakyat yang berguguran?
Ketidakseriusan yang nampak dalam penanganan pandemi bukan isapan jempol belaka. Nyatanya para pakar telah bersuara serta lonjakan covid-19 hingga saat ini masih terus terjadi. Namun, alih-alih mendengarkan nasehat para pakar yang terjadi hanyalah sebaliknya. Hal ini pantas menjadikan kita berpikir apakah kesejateraan rakyat yang dicanangkan benar-benar menjadi poin.penting dalam benak rezim saat ini?
Melihat aturan yang disahkan, poin utama dalam pengambilan keputusan berpusat pada ekonomi. sehingga penanganan pandemi selalu dibayang-bayangi oleh faktor ekonomi yang harus dipenuhi. Konsep berpikir semacam ini merupakan ciri sistem kapitalisme. Sistem kehidupan yang berporos materi. Sehingga bukan hal yang aneh jika kebijakan pandemi terasa tidak serius dalam penghentian wabah. Hal ini dikarenakan pada saat yang bersamaan ekonomi kolaps. Pembaharuan ekonomi menjadi poin utama yang diperhatikan dalam keadaan apapun.
Sehingga adanya kritik pada aturan ataupun rezim pada dasarnya belum cukup karena akar masalah adalah pada adopsi sistem yang digunakan pada ketatanegaraan negeri ini yaitu Kapitalisme. Untuk itu ketika adanya harapan menjadikan negeri terbebas pandemi adalah dengan berharap pada sistem lain yang telah jelas mampu menangani wabah.
Wallahu a’ lam bish Showab.
[ry/LM]