Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menahan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi izin pertambangan. Mereka adalah mantan pelaksana Kepala Dinas ESDM Sultra berinisial BHR dan manager keuangan PT Toshida Indonesia inisial UMR, Kamis (17/6) malam. Keduanya langsung dibawa ke rumah tahanan (Rutan) Klas II A Kendari, untuk menjalani masa tahanan.

Dugaan korupsi ini dikarenakan adanya penggelapan dana hingga penunggakan pajak selama 11 tahun. Ini pun masih dalam pengusutan. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, mereka sudah jelas melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 243 miliar. Tentu nilai itu bukan sedikit untuk ditaksir. Kasus korupsi pun semakin marak terjadi.

Sayangnya, penanganan kasus korupsi hanya sebatas tahanan dan pidana. Sehingga, wajar cara ini tidak akan menyurutkan dan mengatasi problem yang terjadi. Jika dibiarkan juga akan semakin merugikan, khususnya negara.

Maka, pada akhirnya dibutuhkan penyelesaian secara tuntas. Pada masa Khalifah Umar ra ada kebijakan untuk mencatat harta kekayaan para pejabatnya saat sebelum dan setelah menjadi pejabat. Jika Khalifah Umar merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya, ia akan membagi dua hartanya dan memasukan harta itu ke Baitul Mal.

Khalifah Umar ra juga tak segan merampas harta yang diberikan oleh para pejabatnya kepada karib kerabat mereka. Umar pernah merampas separuh harta Abu Bakrah ra karena kerabatnya bekerja sebagai pejabat Baitul Mal dan pengurusan tanah di Irak. Harta Abu Bakrah sebesar 10 ribu dinar (lebih dari Rp 25 miliar) dibagi dua oleh Khalifah Umar. Separuh diberikan kepada Abu Bakrah. Separuh lagi dimasukkan ke Baitul Mal.

Pelaku suap, korupsi juga bisa diberi sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta’zir dalam sistem pidana Islam. Lebih dari itu, pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas.

 

Asma Sulistiawati,
(Baubau, Sulawesi Tenggara) 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis