Kasus Covid-19 Menggila Salah Siapa?
Oleh: Nurul Hidayati, S. Pd.
Lensa Media News – Kasus pandemi virus corona dari hari ke hari semakin meningkat. Apalagi setelah ditemukan varian baru virus corona dari India, yaitu B 1 617. Varian baru ini dianggap lebih berbahaya, karena lebih cepat penularannya. (detikHealth, 4 Mei 2021)
Penemuan kasus 13 Anak Buah Kapal (ABK) asal Filipina, yang terkonfirmasi positif Covid-19 varian India B 1 617 2, semakin membuktikan bahwa kasus penularan virus corona tidak bisa dianggap sepele. Ketiga belas ABK tersebut, kemudian terbukti telah menulari puluhan tenaga kesehatan di RSUD Cilacap. (Liputan6.com). Kasus penularan varian baru ini diperkirakan akan semakin bertambah dari hari ke hari (CNN Indonesia, Ahad, 23/5/2021).
Hal ini telah terbukti dengan melonjaknya angka penderita Covid-19 setelah liburan Lebaran yang lalu. Beberapa klaster, seperti klaster mudik dan syawalan/halal bi halal, menjadi faktor penyumbang yang besar dalam kasus penambahan pasien Covid-19. Dalam beberapa minggu saja, okupasi (tingkat hunian) RS Darurat Wisma Atlet di Jakarta telah meningkat beberapa kali lipat.
Beberapa kejadian di atas menunjukkan bahwa selama dua tahun ini hampir seluruh kebijakan yang diambil untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 bisa dikatakan tak membuahkan hasil. Slogan 5M, yang meliputi: memakai masker mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan, serta mengurangi mobilitas, terbukti tidak cukup ampuh menghentikan laju angka penderita korona. Demikian pula dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang dilaksanakan baik dalam skala Jabodetabek maupun skala daerah. Namun demikian, masih saja banyak pelanggaran yang terjadi, dan akibatnya, angka penderita Covid-19 masih belum dapat dikendalikan.
Kebijakan larangan mudik dan libur Lebaran yang amburadul, semakin memperburuk kondisi. Lagi-lagi kebijakan setengah hati pemerintah, menjadi salah satu faktor yang memicu semakin melejitnya kasus Covid-19.
Lalu bagaimanakah langkah-langkah tuntas memutus mata rantai penyebaran virus corona? Adakah formula jitu untuk mengerem laju angka penderita virus ini? Tentu saja ada.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa kini negara kita menganut sistem sekular kapitalis, maka tak heran jika kebijakan-kebijakan yang diambil juga mengacu pada solusi berbasis sekular kapitalis. Dan kini solusi kapitalistik ini terbukti dengan sangat jelas tidak mampu menyelesaikan masalah pandemi virus corona. Maka sudah saatnya menilik ulang solusi mengatasi pandemi.
Jika sistem kapitalistik menyelesaikan masalah hanya dengan menyandarkan pada akal manusia, maka tak heran jika kebijakan yang diambil dalam masalah pandemi, juga hanya disandarkan pada akal manusia yang serba terbatas. Tak heran jika kemudian kebijakan yang diambil pasti juga akan bersifat terbatas/tidak sempurna.
Akan sangat berbeda keadaannya jika solusi yang diambil berasal dari zat yang Maha Sempurna. Jika demikian halnya, maka dijamin jalan keluar yang diambil untuk mengatasi pandemi juga akan sempurna, tuntas, dan tidak bersifat tambal sulam layaknya solusi buatan akal manusia. Lalu, siapakah zat yang Maha Sempurna yang dimaksud?
Tentu saja yang dimaksud sebagai zat yang Maha Sempurna itu adalah Sang Pencipta alam semesta, Allah Swt. Seperangkat tuntunan telah digariskan oleh Allah, termasuk dalam hal mengatasi pandemi.
Dalam mengatasi masalah wabah penyakit yang melanda banyak negeri, Allah telah memerintahkan agar manusia melaksanakan lockdown atau karantina total. Bukan sekadar mini lockdown atau PPKM lokal, melainkan lockdown total.
Allah telah memerintahkan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, agar manusia yang terkena wabah penyakit dipisahkan dengan manusia lain yang tidak sakit. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, yang artinya:
“Jika kalian mendengar tentang thoun di suatu tempat, maka janganlah mendatangnya, dan jika mewabah di suatu tempat, sementara kalian berada dii situ, maka janganlah keluarr karena lari dari tho’un tersebut.”
Tho’un adalah wabah yang mengakibatkan penduduk sakit dan berisiko menular, jika penduduk kota terus menerus berpindah-pindah tempat atau mobile.
Demikian tuntunan dari Sang Khaliq dalam mengatasi masalah pandemi. Dan secara teori kedokteran lockdown total inilah yang direkomendasikan, sehingga diharapkan tidak akan pernah bercampur antara orang yang sehat dan yang sakit. Dan jika ada seorang yang bertahan di tempat yang ada wabahnya, dan ia tertular, hingga meninggal, maka ia dikategorikan sebagai mati syahid. Subhanallah. Maha Suci Allah dengan segala ketetapan-Nya.
Wallahu a’lam.
[ra/LM]