Pembatalan Haji, Rakyat Terdzolimi Lagi
Oleh: Yuke Octavianty, SP.
(Pegiat Literasi Dakwah)
Lensa Media News- Pemberangkatan jamaah haji kembali dibatalkan oleh pemerintah. Kali ini tahun kedua pembatalan terjadi. Dilansir dari laman geloranews.com (3/6/2021), Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan bahwa keselamatan jiwa jamaah lebih diutamakan, mengingat pandemi Covid-19 masih belum berakhir.
Keputusan ini dicantumkan oleh Menteri Agama dalam penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1442 H. Sontak keputusan tersebut membuat kecewa umat, terutama para calon jamaah haji yang berencana berangkat tahun ini.
Ekonom senior, Rizal Ramli menuturkan kebijakan pembatalan haji adalah kebijakan super ngawur. Dugaan umat pun mengarah pada tudingan diselewengkannya dana haji untuk infrastruktur dan termasuk penggunaan dana Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)(mediaoposisicerdas.com, 4/6/2021).
Pembatalan pemberangkatan haji disusul dengan ditariknya dana haji oleh para calon jamaah. Sekitar 600 calon jamaah telah menarik dana tabungan haji. Anggito Abimanyu, Kepala BPKH (Badan Penyelenggara Keuangan Haji) menuturkan, penarikan dana ini pasti ada konsekuensinya. Bisa-bisa tak bisa naik haji seumur hidup karena antrean yang terus mengular dari tahun ke tahun.
Anggito juga menambahkan bahwa dana haji diinvestasikan secara aman. Kepala BPKH ini menghimbau agar umat tetap menempatkan dananya di BPKH atau Bank Syariah yang ditunjuk. Menurutnya, BPKH akan selalu berhati-hati dalam menginvestasikan dana haji (geloranews.com, 8/6/2021).
Tragedi sistem kapitalisme selalu dipastikan berujung pada kesengsaraan umat. Negara sebagai penjaga dan pemelihara umat seharusnya bisa menjadi penyelenggara haji yang amanah.
Namun, saat ini, negara dipastikan cacat fungsi. Abai akan kewajibannya dalam meriayah (mengurusi) umat. Cermin pasti berpantul. Setiap kebijakan pemerintah yang zalim sudah pasti akan terlihat gamblang oleh umat. Sangat jelas.
Berbagai tuduhan penyelewengan dana haji pun dilontarkan umat. Mulai dari penggunaan untuk pembangunan infrastruktur, investasi sukuk, hingga untuk menutup utang-utang negara yang kian berbunga.
Wajar saja, rakyat berprasangka “buruk” terhadap keputusan pemerintah. Umat tak bisa lagi membangun kepercayaan kepada para penguasa. Sudah terlanjur terlalu sering dikecewakan dan disakiti. Akhirnya, berhulu pada krisis kepercayaan.
Dana umat, semisal dana haji dan zakat, sudah seharusnya dikelola negara dengan amanah. Tidak digunakan untuk kebutuhan lain. Termasuk infrastruktur, apalagi talangan dana pembayaran hutang negara. Jika pemerintah melakukan hal tersebut, ini namanya kelewat batas. Syariah Islam menjamin negara menjadi pengelola yang amanah.
Saat sistem kapitalisme bercokol, dan melahirkan para kapitalis-kapitalis rakus, disitulah keserampangan dimulai. Karena isi kepalanya hanya dipenuhi dengan “materi”, kebijakan yang terucap pun tak jauh dari keuntungan materi tuk diri dan golongannya. Nasib umat, sama sekali tak masuk dalam hitungan. Ketamakan menjadi pola pikir dan dasar dalam bertindak. Na’udzubillahi min dzalik.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ اَحْرَصَ النَّا سِ عَلٰى حَيٰوةٍ ۛ وَ مِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا ۛ يَوَدُّ اَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ اَ لْفَ سَنَةٍ ۚ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهٖ مِنَ الْعَذَا بِ اَنْ يُّعَمَّرَ ۗ وَا للّٰهُ بَصِيْرٌ بِۢمَا يَعْمَلُوْنَ
“Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 96).
Masihkah kita berpaling dari syariat Islam? Padahal, syariat Islam adalah aturan paling lengkap untuk seluruh urusan umat. Syariat Islam menjadikan negara sebagai pengatur yang amanah untuk menyelesaikan seluruh masalah. Syariat Islam yang tertuang dalam wadah yang shahih, Khilafah manhaj an Nubuwwah. Demikianlah Rasulullah mensyariatkan bagi seluruh umat di dunia. Wallahu’alam bisshowwab.[LM/Mi]