Doa Semua Agama, Nyata Liberalisasi Akidah Makin Gencar

Oleh: Ristiana Wira Hariyanti, Amd. Kes.

 

Lensa Media News – Pada agenda Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama, Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama meminta setiap acara yang berlangsung di Kementerian Agama turut memberikan kesempatan kepada agama lain dalam mengisi doa dan tidak hanya doa untuk agama Islam saja (Antara News, 5/4/2021).

Yaqut menegaskan bahwa Kemenag harus menjadi contoh dalam menjunjung tinggi moderasi agama. Ia tidak ingin Kemenag yang menggembar-gemborkan moderasi beragama, namun pada praktiknya berseberangan.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid, yang menilai bahwa doa semua agama di internal Kemenag dikarenakan adanya keberagaman yakni adanya Direktorat Bimas Islam, Direktorat Bimas Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan yang lain (Viva, 9/4/2021).

 

Moderasi Beragama Makin Masif

Kebijakan doa semua agama secara jelas sebagai salah satu proyek moderasi agama. Proyek ini sedang digaungkan di Indonesia dengan dalih memberantas paham radikalisme dan aksi terorisme. Seperti yang disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara (7/4/2021) yang menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong moderasi beragama di Indonesia.

“Sikap-sikap yang tidak toleran, apalagi yang disertai dengan kekerasan fisik maupun verbal, harus hilang dari bumi pertiwi Indonesia. Sikap keras dalam beragama yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat tidak boleh ada di negeri kita yang kita cintai ini” ujarnya.

Moderasi agama memang menjadi program prioritas Kemenag periode 2020-2024. Upaya Kemenag untuk mewujudkan misi tersebut ialah menyusun buku moderasi beragama hingga mendirikan Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Termasuk saat ini digencarkan pemahaman Islam moderat dan toleransi beragama.

 

Sikap Umat Muslim

Umat Muslim semestinya menyadari bahwa saat ini tengah berada dalam kungkungan sistem sekuler. Sistem ini tidak akan pernah sejalan dengan tujuan memberlakukan syariat. Justru umat akan semakin tergerus akidahnya melalui praktik moderasi beragama. Akhirnya umat Islam semakin jauh dari pemahaman agama yang benar.

Bahkan secara terang-terangan umat dibawa untuk mempraktikkan sinkretisme, yakni memadupadankan pemahaman kepercayaan atau aliran-aliran agama, dan juga pluralisme yang menganggap semua agama benar. Seolah hal tersebut sesuatu yang wajar untuk diterapkan atas nama toleransi.

Peluang pelanggaran syariat pun semakin terbuka lebar. Padahal makna toleransi dalam Islam sudah jelas yaitu, “lakum diinukum wa liyadiin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku), artinya keberagaman agama dan kepercayaan memang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, namun bukan berarti membenarkan ajaran mereka. Toleran juga tidak harus seorang muslim berdoa bersama-sama dengan orang nonmuslim dan saling mengamini doa masing-masing, karena dapat menyelisihi akidah.

Padahal sejatinya syariat Islam tidak membenarkan aktivitas mencampuradukan kebenaran ajaran Islam dengan ajaran agama yang lain yang jelas salah. Islam sudah mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengambil syariat secara menyeluruh yang berisi pengaturan hubungan manusia dengan Rabb-nya, dengan sesama manusia, termasuk bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, umat Islam harus berhati-hati dalam dalam persoalan doa bersama lintas umat beragama ini. [LM/Mi]

Please follow and like us:

Tentang Penulis