Bantuan Sosial Jalan, Akankah Gizi Anak Aman?

Oleh : Putri Dwi Kasih Anggraini

 

Lensa Media News – Pandemi memberi dampak bagi semua kalangan masyarakat. Dampak ekonomi menjadi hal utama yang berimbas pada seluruh sendi-sendi kehidupan. Berdampak buruk pada semua kelompok umur terutama rentan kepada kelompok anak dan remaja.

Dalam sebuah laporan UNICEF, jumlah anak dan remaja yang jatuh ke bawah garis kemiskinan akibat pandemi COVID-19 lebih banyak dibandingkan penduduk dari kelompok usia lain, mereka menanggung beban lebih berat karena kesulitan ekonomi keluarga. Sebanyak 33 persen populasi Indonesia adalah anak berusia di bawah 18 tahun, namun mereka menyumbang hampir 40 persen penduduk miskin baru pada tahun 2020 akibat pandemi (unicef.org,17/03/2021).

Menurut Hidayat Amir, Direktur Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF penting untuk menghadirkan perlindungan sosial yang berfokus pada anak dengan perluasan program-program bantuan sosial untuk anak seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan program bantuan pangan Kartu Sembako, untuk mencegah 1,3 juta anak jatuh miskin akibat pandemi COVID-19 pada tahun 2020 (unicef.org,17/03/2021).

PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM), disalurkan dalam 4 tahap yakni pada bulan januari, april, juli, dan oktober, dengan besaran bantuan tergantung pada komponen kategori anak hingga ibu hamil. PKH diperuntukkan hanya bagi keluarga miskin yang memiliki ibu hamil dan anak usia dini untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan dan fasilitas layanan pendidikan yang tersedia di sekitar mereka, serta akses pangan dan gizi. Adapun besaran untuk bantuan program sembako sebanyak Rp.200.000/KPM/bulan dari januari-desember.

Lalu pertanyaannya, apakah dengan adanya program bantuan tersebut telah mampu mengatasi persoalan anak terutama pada aspek gizi dan kesehatan? atau mampukah bantuan sosial mencegah terjadinya masalah gizi pada anak?

Di jumpai kasus gizi buruk selama pandemi covid-19 ternyata meningkat. Menurut UNICEF,  tanpa tindakan memadai dan tepat waktu, jumlah anak kurang  gizi (wasting) diprediksi meningkat sebanyak 15 persen (7 juta) di seluruh dunia pada tahun pertama pandemi Covid-19.  Setiap satu persen penurunan produk domestik bruto (GDP) global, meningkatkan jumlah anak stunting sebanyak 0,7 juta di seluruh dunia (voaindonesia.com, 14/05/2020).

Hasil riset studi status gizi balita Indonesia 2019 mencatat bahwa jumlah balita stunting di Indonesia saat ini mencapai 27.67 persen atau 6.3 juta dari populasi 23 juta balita. Menempatkan Indonesia diurutan keempat di dunia terhadap tingkat kejadian stunting (antaranews.com, 18/05/2020). Data ini yang tercatat, bagaimana dengan data yang tidak tercatat?

Bantuan PKH yang diberikan dengan bersyarat dan terbatas terlihat seperti setengah hati memberi. Padahal jika dilakukan maksimal akan memperlancar putaran ekonomi di kalangan bawah. Dari sisi besaran bantuan jelas tidak mampu mencukupi kebutuhan penerima apalagi dengan semakin naiknya harga kebutuhan pokok.

Sebagai contoh, Ibu hamil/nifas dibatasi maksimal kehamilan ke-2 (dua) di dalam keluarga PKH dan anak usia dini sebanyak-banyaknya 2 anak di dalam keluarga PKH. Masing-masing mendapatkan bantuan sebesar 3 juta per tahun. Bagaimana bisa mencukupi kebutuhan mendasar pangan dengan kecukupan gizi yang optimal? Inilah penerapan sistem kapitalis, dalam penyaluran bantuan sosial ke masyarakat tidak lepas dari mekanisme yang berbelit, besaran nilai yang pelit, sering kental dengan pencitraan dan penuh syarat yang mengusik rasa keadilan.

Islam datang memiliki aturan yang paripurna dalam kehidupan. Dalam politik ekonomi Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat baik sifatnya individu maupun komunal bagi seluruh warga negara. Kebijakan politik ekonomi Islam dirancang secara komprehensif berdasarkan akidah Islam yang digali dari al-Quran dan hadist atau dalil yang ditunjukkan oleh keduanya yakni ijma’ sahabat dan qiyas.

Dalam kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, tempat tinggal menjadi hal pertama diperhatikan negara atas seluruh rakyat termasuk fakir dan miskin, orang-orang lemah secara fisik, dan pengangguran, serta pihak-pihak yang membutuhkannya. Targetnya bukan untuk menurunkan angka kemiskinan tetapi meniadakan kemiskinan alias nol kemiskinan dengan serangkaian regulasi sesuai syariat.

Begitu juga jaminan pemenuhan kebutuhan komunal seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dapat diakses secara gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, politik ekonomi Islam tidak sekadar meningkatkan taraf hidup rakyat dalam sebuah negara tapi terwujudnya keadilan sosial dan ketenangan beribadah secara maksimal.

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta) karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.” (QS Adz Dzariyat:19).

Wallahu’alam.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis