Citra Buruk Islam Melalui “Larangan” Menggunakan Kerudung
Oleh: Ulfah Sari Sakti, S.Pi.
(Jurnalis Muslimah Kendari)
Lensamedia.com– “Secara keseluruhan di SMK 2 Padang, ada 46 anak (siswi) non-muslim, termasuk ananda Jeni. Semuanya (kecuali JCH) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang muslim. Senin sampai Kamis, anak-anak tetap mengenakan kerudung walau pun nonmuslim,” kata Rusmadi saat pertemuan dengan wartawan.
Belakangan terungkap, JCH merupakan salah satu murid nonmuslim di sekolah tersebut yang menolak mengenakan hijab. Video adu argumen antara orang tua Jeni dan pihak sekolah tentang penggunaan kerudung atau jilbab pun viral di media sosial.
Sementara itu Alumnus SMK Negeri 2 Padang menilai selama ini sekolah guru selalu memberi ruang untuk memilih. Kepada siswa non-muslim, tidak pernah dipaksa untuk mengenakan kerudung (hijab) selama sekolah dan proses belajar mengajar.
Salah satu alumni SMKN 2 Padang, Regina yang berasal dari Pulau Nias menetap di Kota Bukitttingi mengatakan ia selama tiga tahun belajar di SMKN 2 Padang, tidak pernah dipaksa berjilbab.
“Guru-guru selalu memberi kami ruang untuk memilih. Tidak pernah ada pemaksaan apalagi intimidasi,” ucap Regina. Sebagai siswi non-muslim, sebenarnya Regina tidak pernah keberatan mengenakan jilbab seperti aturan sekolah. Menurut Regina, memakai hijab sebagai penutup kepala tidaklah merusak keimanannya sebagai penganut agama non-muslim.
Regina berharap persoalan memakai jilbab di SMKN 2 Padang ini tidak perlu dibesar-besarkan. “Hal ini sejak dulu tidak pernah menjadi persoalan, pihak sekolah juga sudah mengeluarkan penrnyataan tidak pernah memaksa siswi non-muslim harus memakai jilbab,” pungkasnya (metrobatam.com/25/1/20201).
Islam Tidak Pernah Memaksakan Ajarannya
Jangankan pemaksaan penggunaan kerudung, pemaksaan memeluk agama dalam Islam pun sangat dilarang. Sebagaimana Firman Allah swt dalam QS. Al Kafirun: 6, “Lakum diinukum waliyadiin. (untukmu agamamu dan untukku agamaku).” Dalam ayat lain Allah swt berfirman, ”Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu.” (TQS Al Baqarah: 139). Karena itu sangat keji jika dikatakan bahwa ajaran Islam intoleransi dan melanggar HAM dalam kasus SMKN 2 Padang.
Dalam catatan Bidang Advokasi P2G (Perhimpunan Untuk Pendidikan dan Guru), pelarangan kerudung pernah terjadi di SMAN 1 Maumere tahun 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. Bahkan pada 2014, tak kurang dari 40 sekolah di Bali melarang penggunaan kerudung.
Dalam kasus-kasus tersebut, pemberitaan media tidak seviral kasus SMKN 2 Padang. Ada apa sebenarnya? Islam pun sangat toleran dengan pemeluk agama lain, misalnya kafir dzimmah, dibiarkan memeluk dan menjalankan ibadah di bawah lindungan sistem Islam, dengan catatan tidak menyebarluaskan ajaran agamanya.
Sebagaimana firman Allah swt, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.” (TQS. Al Baqarah: 256)
Masyarakat juga perlu mengingat bahwa tradisi menutup kepala juga ada pada agama Kristen, sampai hari ini para biarawati Katolik masih menutup kepalanya. Tradisi ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu.
Dikisahkan Menachem, agamawan Kristen dari golongan Amish dan Mennonites pernah mengatakan, “The head covering is a symbol of woman’s subjection to the man and to God (pentup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan).”
Atas fakta tersebut diatas, sungguh bijak jika kita tidak melebih-lebihkan kebijakan SMKN 2 Padang. Jika terdapat kerugian pada salah satu pihak, hendaknya diselesaikan dengan bijaksana tanpa embel-embel maksud tertentu. Karena tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia yang berilmu dan berahlaq, guna selamat dunia akhirat. Wallahu a’am bishowab. (RA/LM)