Islam Menyelesaikan Problem Perburuhan
Oleh : Ummu Ayyash
(Guru di Bantul Yogyakarta)
Lensa Media News – Saat penolakan terhadap UU Cipta Kerja masih terus terjadi, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan Surat Edaran Penetapan Upah Minimum pada hari senin, 26 Oktober 2020. Di dalam Surat Edaran tersebut Menaker menetapkan keputusan pemerintah pusat yang menyatakan nilai upah minimim 2021 sama dengan upah minimum 2020 alias tidak naik. Pemerintah beralasan pandemi Covid-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan.
Menanggapi hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menegaskan buruh menolak dan akan kembali berunjuk rasa yang diikuti mogok nasional yang lebih masif. Aksi unjuk rasa ini akan digelar pada 2 November di depan Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian pada 9 November massa akan bergerak ke depan gedung DPR. Aksi akan dilanjutkan pada 10 November di depan kantor Kemenaker di Jakarta Pusat. Selain menolak penetapan UMP, aksi itu juga menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja (Republika.co.id, 30/10/2020).
Di dalam Islam, ijarah (Kontrak kerja) didefinisikan sebagai aqad (transaksi) atas manfaat (jasa) dengan memperoleh imbalan berupa upah. Oleh karena itu, upah semata-mata harga yang harus dibayarkan majikan atas manfaat yang telah dikeluarkan oleh pekerja. Dari sini kita memahami setiap buruh memberikan manfaat yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk pekerjaan, keterampilan dan lain-lain sehingga besarnya upah tidak dapat diseragamkan. Upah hanya dapat ditawar oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi yaitu pekerja dan majikan. Negara tidak ikut campur di dalamnya.
Islam tidak memasukkan kebutuhan buruh akan kesehatan, pendidikan, jaminan hari tua dan lain-lain yang merupakan kebutuhan kolektif dalam transaksi ijarah. Tetapi semua hal tersebut menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya dari pengelolaan kekayaan alam yang sangat berlimpah.
Jadi beban pemenuhan seluruh kebutuhan buruh tidak menjadi tanggung jawab majikan, lalu penguasa berlepas tangan sebagaimana yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis sekarang. Di sinilah Islam mewajibkan penguasa untuk mendidik dan memberikan keterampilan bagi rakyatnya semaksimal mungkin, di samping menyediakan lapangan pekerjaan dengan menciptakan iklim berusaha yang positif. Inilah letak keadilan Islam yang tidak berpihak kepada kaum buruh saja, melainkan juga terhadap para majikan.
Hanya sistem Islam yang mempunyai aturan yang sahih dalam menyelesaikan problem perburuhan. Oleh karena itu, sudah selayaknya para buruh memperjuangkan sistem Islam. Ingatkan penguasa akan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat di hadapan Allah kelak pada hari kiamat, sebagaimana sabda nabi saw:
” Siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengurusi sesuatu dari urusan umat Islam kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedukaan dan kemiskinan mereka, pasti Allah pun tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan dan kemiskinannya nanti pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Wallahu a’ lam bish Showab.
[ry/LM]