Tepatkah Taubat Nasional Mengatasi Corona?
Oleh : Supartini Gusniawati, S.Pd
Lensa Media News – Beberapa hari yang lalu, dalam menyikapi pandemi Covid-19 muncul pernyataan Presiden Jokowi mengajak masyarakat untuk saling membantu antar sesama di tengah pandemik yang turut berdampak pada perekonomian. Wa bilkhusus bagi umat muslim, Jokowi mengajak untuk memperbanyak infak dan sedekah.
Seruan taubat nasional pun muncul pada saat beliau membuka acara Muktamar IV Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) secara virtual (Kompas.com, 26/9/2020). Beliau menyampaikan bahwa kita tidak boleh melupakan istigfar, dzikir dan taubat kepada Allah swt dan memperbanyak infak dan sedekah.
Karena banyak saudara-saudara kita yang memang perlu dibantu di tengah kesulitan yang mereka hadapi. Dalam menghadapi cobaan ini kita tidak boleh menyerah, kita harus terus berikhtiar dengan sekuat tenaga untuk mengendalikan Covid-19 dan sekaligus membantu saudara-saudara kita agar tidak semakin terpuruk karena kesulitan ekonomi.
Memang betul dalam menghadapi wabah/musibah, Islam mengajarkan untuk senantiasa bertaubat. Bahkan selain itu, Islam mengajarkan untuk mengimani dan rida terhadap ketentuan Allah (qadar) yang telah menimpa kita bukan menggerutu atau malah menghujat Allah, senantiasa bersabar menghadapi musibah, mengetahui hikmah dibalik musibah, tetap berikhtiar untuk mendapatkan solusi, memperbanyak berdoa dan berzikir, bertaubat dan tetap istiqomah pada Islam.
Semua itu dilakukan semata-mata karena ketaatan total kepada Allah Swt. Maka selayaknya dalam menghapi wabah ini, tidak hanya cukup dengan taubat saja, namun dengan menjalankan seluruh perintah syariat dalam mengatasi wabah.
Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memiliki seperangkat aturan dalam menghadapi wabah baik dalam aspek pengcegahan maupun aspek pengobatan. Berkaitan dalam aspek pencegahan, Islam senatiasa mengedukasi manusia dalam hal pencegahan dari berbagai penyakit.
Misalnya dengan memerintahkan setiap orang untuk mempraktekkan gaya hidup sehat, pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan. Kebanyakan penyakit wabah menular biasanya ditularkan oleh hewan (zoonosis). Islam telah melarang apa saja yang tidak layak dimakan. Apalagi sampai memakan makanan yang haram seperti kelelawar.
Oleh karena itu, negara memiliki peran untuk senantiasa menjaga perilaku sehat warganya. Selain itu, pemerintah juga mengedukasi agar ketika terkena penyakit menular, disarankan menggunakan masker. Dan beberapa protokol kesehatan lainnya.
Negarapun wajib merealisasikan pelayanan dan kesehatan berkualitas yang didukung oleh sarana dan prasarana yang berkualitas. Pelayanan kesehatan juga harus diberikan secara gratis kepada masyarakat baik kaya ataupun miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya.
Pembiayaan untuk semua itu diambil dari baitul mal. Adapun aspek pengobatan dalam menghadapi wabah, sesungguhnya dalam sejarah Islam, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah saw.
Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah saw adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita.
Hal itu tersurat dalam sabdanya : “ Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR Al Bukhori)
Selain itu, Islam pun mendorong negara dengan ikhtiar yang lain yaitu menciptakan vaksin. Dan terbukti, Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter Muslim zaman khilafah Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis di zaman Abbasiyah.
Sungguh! Dari fakta di atas terdapat keteladanan bagaimana pemimpin Islam (khalifah) dengan sistemnya khilafah Islamiyah dalam menangani krisis dan wabah. Bukan hanya dengan meminta masyarakat untuk bertaubat, tetapi penguasa dalam Islam benar-benar berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat, yang pertanggungjawabannya tak hanya berdimensi dunia saja, tetapi juga akhirat. Penguasa Islam tak mungkin abai terhadap satupun nyawa manusia.
Penguasa Islam memegang amanah berat, mengurus umat dan menyejahterahkan mereka. Yakni dengan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mereka seperti pangan, sandang, dan papan. Juga kebutuhan publik mereka seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan.
Kondisi buruk yang terjadi saat ini bisa saja diminimalisir jika di awal terjadinya wabah Covid-19 negara dengan tegas memberlakukan isolasi (lockdown) dan bertanggung jawab dengan memenuhi segala aspek kebutuhan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini, seraya mengingatkan umat dengan banyak berzikir dan bertaubat. Jika kondisinya sudah memburuk seperti ini, cukupkah hanya dengan meminta taubat?
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
[ry/LM]