Mata Pelajaran Sejarah Bakal Jadi Sejarah?
Oleh: Ummu Zhafran
(Pengajar , Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Tenaga pendidik Mapel (mata pelajaran) Sejarah merasa gerah. Pasalnya, sempat beredar dokumen sosialisasi Kemendikbud tentang penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional yang direncanakan berlaku Maret 2021. Tercantum di dalamnya rencana membuat pelajaran sejarah tidak lagi wajib diajarkan. Melainkan digabung dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) di kelas 10 dan mapel pilihan bagi kelas 11 dan 12.
Wajar bila para guru sejarah resah. Terbayang apa jadinya bila mapel sejarah sendiri bakal dikenang sebagai sejarah. Ironis! Meski sejarah sangat rentan unsur subyektif atau pelaku sejarah, namun sejak lama diakui menyumbang peran dalam khazanah pengetahuan dunia.
Masa lalu merupakan jejak dari perjalanan sebuah peradaban. Penting diselami agar tak mengulang kesalahan yang sama. Mengabaikan atau bahkan melupakan sejarah justru berisiko menghapus identitas diri, masyarakat hingga bangsa. Hal yang sangat riskan mengingat Islam sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini malah sangat concern terhadap sejarah.
Tentu sejarah yang diperoleh dari sumber-sumber yang pasti dan terpercaya. Juga bersih dari faktor latar, kepentingan penulis maupun pelaku sejarah. Alquran bukan buku sejarah melainkan pedoman hidup bagi umat muslim. Sedang di dalamnya terkandung banyak kisah maupun ibrah.
Alquran dijamin kebenarannya langsung dari Allah swt. yang Maha Benar. Sebagian ulama bahkan menyebutkan sekitar dua pertiga isinya berupa kisah.
Firman Allah swt.
“ Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. ”(QS Hud: 120)
Merujuk pada tafsir Imam Ibnu Katsir saat menjelaskan ayat ini bahwasanya kisah para rasul terdahulu bersama umatnya masing-masing sebelum Nabi Muhammad saw. diceritakan Allah swt. kepada Nabi saw. Juga perihal pertentangan dan permusuhan, pendustaan serta gangguan mereka yang dilancarkan terhadap para nabinya.
Lalu Allah menolong golongan orang-orang yang beriman dan menghinakan musuh-musuh-Nya yang kafir. Semuanya itu untuk meneguhkan hati Rasulullah saw. akan risalah kebenaran yang beliau emban. Menjadi suri teladan serta sebagai pelajaran untuk membuat jera orang-orang kafir, juga sebagai peringatan untuk orang-orang yang beriman.
Nyata, kita diajarkan untuk menoleh ke belakang guna merenda sikap dan langkah ke depan. Sebab sejarah selalu berulang. Philip Guedalla (1889-1944) yang dikenal sebagai sejarawan dan esais, mengatakan, “Sejarah berulang dengan sendirinya.”
Hal itu menjadikan sejarah penting untuk dipelajari. Bukan sebagai rujukan dalam pengambilan hukum tapi sebagai gambaran suatu rangkaian peristiwa yang mengandung ibrah atau hikmah bagi generasi yang datang setelahnya.
Salah satu contohnya bisa disaksikan publik dalam film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Dari dokumenter JKDN yang murni sejarah disertai bukti-bukti otentiknya, terpampang bagaimana Islam menyebar di zamrud khatulistiwa melalui para ulama, bukan sekadar pedagang, yang diutus oleh Khalifah saat itu. Tugas mereka ialah berdakwah menyeru untuk taat Allah dan Rasul-Nya.
Gayung bersambut. Nenek moyang kita menerima dengan hangat seruan Islam. Jadilah sampai sekarang Islam dianut sebagian besar masyarakat. Ibrahnya, umat diharapkan paham mengapa para ulama sampai rela menyeberangi samudera dan mendaki bukit demi mengajak kepada Islam. Sudah tentu karena melaksanakan syariat termasuk dakwah, hukumnya wajib dan kelak semua perbuatan akan dihisab di pengadilan Allah swt.
Lain khilafah, lain pula komunisme. Yang pertama bersumber dari risalah Nabi. Sejarahnya ditulis dengan tinta emas karena membawa kemaslahatan bagi umat manusia dan seluruh alam. Yang kedua, sebaliknya. Peristiwa gerakan 30 September memberi catatan kelam dalam sejarah Indonesia yang tak terlupakan. Sebuah pengkhianatan yang keji tak terperi. Suatu episode sejarah yang harus selalu dikaji agar tidak sampai terulang kembali.
Alhasil, alangkah sayangnya bila mapel sejarah dibiarkan tinggal jadi catatan sejarah. Utamanya sejarah perjuangan umat Islam serta sumbangsihnya terhadap ibu Pertiwi khususnya dan dunia pada umumnya. Meski sekuat apa pun dihadang atau dikaburkan, jejaknya tak akan pernah hilang ditelan masa.
Menitip pesan yang diwariskan dari generasi ke generasi, bahwa Islam pernah diterapkan secara kaffah mengikuti jalan yang ditempuh Nabi Saw dan para sahabat. Meraih kejayaan dan kemakmuran selama berabad-abad. Menjadi rahmat bagi seluruh alam dan bukan mustahil akan tegak kembali dengan izin dan pertolongan Allah. Sebab seperti yang disebut sebelumnya, sejarah selalu terulang. Suka maupun tidak.
Wallaahu a’lam.
[ry/LM]