Pemblokiran JKDN Menyuburkan Perdebatan Pengetahuan

Oleh : Sukeipah YP, S.ST, M.T
(Praktisi Pendidikan)

 

Lensa Media News – Kembali ricuh jagat media terkait isu khilafah. Hal ini dipicu oleh penayangan film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) karya Komunitas Literasi Islam (KLI) pada 20 Agustus 2020 yang lalu. Pasalnya film ini secara resmi telah diblokir oleh pemerintah saat penayangan perdana berlangsung dengan munculnya kalimat “Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah” pada tampilan video.

Pembahasan film menjadi semakin memanas tatkala Prof. Peter Carey menyatakan bahwa film JKDN bukan film dokumenter melainkan film khayalan bersifat propaganda sebab validitas konten diragukan. Pembahasan mulai meruncing ketika salah satu stasiun televisi menayangkan acara talkshow yang mengundang pembicara Prof. Azyumardi Azra dan Marsudi Syuhud yang berargumentasi dengan pengagas film JKDN, Ustadz Ismail Yusanto dan Nicko Pandawa. Pada acara talkshow tersebut, terdapat perdebatan terkait pertama definisi khilafah dalam stuktur pemerintahan saat ini. Kedua, validitas konten khilafah secara historis maupun akademis.

Dua poin tersebut mewakili perang pendapat di jagad media, yang menimbulkan respon beragam seperti semakin penasaran atau malah menutup mata. Sebagai manusia merdeka, seharusnya kita berpikir secara adil sejak dalam pikiran. Tidak ada salahnya kita menonton film JKDN. Justru jika kita menyikapi film tersebut dengan ketakutan tak mendasar, malah mengkonfirmasi bahwa kita kalah secara intelektual.

Selain itu, perdebatan pada acara talkshow yang mengundang pihak-pihak yang memang berada dalam ‘porsi’ mereka, memberikan penjelasan bahwa pertama pembahasan khilafah dalam film JKDN bersifat dakwah, bukan propaganda. Kedua, pembahasan khilafah bukanlah pembahasan baru sebab materi tersebut sudah ada dalam buku pelajaran yang diterbitkan secara resmi oleh Departemen Agama (Depag) atau Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia pada bidang pendidikan.

Terkait pernyataan Prof. Peter Carey mengenai validitas konten film JKDN, ditanggapi oleh Rachmat Rachmad Abdullah (Penulis buku Wali Songo, Sultan Fattah dan Kerajaan Islam Demak) bahwa metode penelitian parsial yang dilakukan beliau untuk mengkonfirmasi validitas konten film JKDN hasilnya tidak dapat menggeneralisir klaim “tidak adanya hubungan antara Nusantara dan Khilafah” sebab pembuktian hubungan tidak berpaku pada bukti-bukti sejarah pihak terkait melainkan tergambar melalui bukti lainnya dan saksi sejarah yang diakui oleh beberapa sejarawan barat.

Sayangnya, ketika menyimak hasil wawancara detik.com (24/08/2020) kepada Prof. Peter Carey, ternyata beliau masih belum menonton film JKDN secara utuh tapi hanya trailernya saja. Hal ini menyangsikan kredibilitas komentar beliau mengenai “validitas film JKDN” karena beliau tidak menganalisis informasi yang ada dalam film secara utuh. Maka dari itu, penting bagi kita untuk melihat film JKDN secara utuh terlebih dahulu sebelum memberikan komentar atau memandang sebelah mata film tersebut.

Pemblokiran film JKDN yang dilakukan oleh pemerintah, banyak pihak yang tidak setuju termasuk Prof. Peter Carey sendiri sebab beliau menganggap justru berbagai pihak perlu terlibat melakukan riset dan kajian secara lebih tekun dan profesional terhadap film tersebut. Apabila kita flash-back pada Desember 2019, kita akan menemukan rekam jejak digital Kemenag memutuskan mengganti bab pembahasan materi khilafah yang sebelumya dalam bab fiqih menjadi sejarah. Maka pemblokiran yang dilakukan oleh pemerintah menjadi sebuah pertanyaan besar, sebab script writer film JKDN, Septian AW mengaku bahwa film JKDN telah bersesuaian dengan pembahasan yang diinginkan Kemenag yaitu pembahasan khilafah dalam konteks sejarah.

Oleh karena itu, dalam perdebatan isu khilafah yang terjadi saat ini, kita harus berpikir dengan kepala dingin, pikiran yang jernih dan pengetahuan yang benar agar dapat bersikap adil sejak dalam pikiran. Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam film JKDN, sebab film ini bukanlah film propaganda seperti yang dituduhkan. Sebab komentar tanpa menonton film secara utuh, adalah komentar yang sangat meragukan.

Validitas konten film yang disutradari oleh Nicko Pandawa sebagai alumnus Sejarah Peradaban Islam salah satu perguruan tinggi Islam ternama tidak perlu kita ragukan lagi, bahkan jika perlu silahkan menyimak skripsi atau tesis beliau secara langsung. Sedangkan terkait pelarangan pembahasan khilafah justru menjadi blunder bagi pemerintah. Meskipun terjadi pemblokiran, tapi nyatanya materi khilafah adalah salah satu materi yang diajarkan dalam buku pelajaran yang diterbitkan oleh Kemenag/Depag.

Sehingga pembahasan dan penayangan film terkait khilafah seharusnya tidak dilarang oleh pemerintah. Semoga kita dapat menempatkan diri dengan benar dalam pertarungan opini yang terjadi di depan mata kita saat ini.

Wallahu’alam bishowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis