Islamophobia : Bentuk Ketakutan Barat pada Kebangkitan Islam
Oleh: Euis Hasanah
Lensa Media News – Sikap anti Islam atau Islamophobia seakan tak pernah hilang dari para pendengki Islam. Perbuatan tersebut mulai dari penghinaan terhadap baginda Nabi Muhammad SAW, pembakaran Alquran, hingga kelakuan rasis lainnya seperti pelecehan hingga pembunuhan terhadap warga muslim.
Seperti dilansir dari Republika.co.id,30/08/2020, demo anti muslim yang berujung kerusuhan terjadi di Swedia dan Norwegia akhir pekan kemarin. Bahkan kitab suci Alquran juga turut dilecehkan. Dalam unjuk rasa di Swedia, Alquran dibakar. Sementara dalam demo di Swedia, dirobek dan diludahi salah seorang demonstran. Hal ini terjadi pasca meningkatnya sentimen anti imigran asal Timur Tengah. Semuanya dipicu politisi kontroversial Denmark, Rasmus Paludan.
Paludan, seperti yang ditulis AFP, yang hendak datang ke Swedia untuk berorasi mendapat pertentangan dari otoritas setempat. Pihak berwenang memblokir kedatangannya ke kota Malmo, Swedia Selatan. Ini memicu ketegangan di kelompok sayap kanan sehingga berdemo dan membakar Al-Qur’an, Jumat (28/08/2020) malam. Sejumlah orang ditangkap polisi Swedia. Kerusuhan pun menjalar ke negeri tetangganya Norwegia (29/08/2020).
Islamophobia Tipu Daya Barat
Maraknya Islamophobia tidak lepas dari kafir Barat setelah terjadi serangan WTC, 11 September 2001. Dari peristiwa ini, Barat khususnya AS membuat proyek besar Global War on Terrorism (GWOT). Dengan agenda tersebut, AS mengajak kepada seluruh negara untuk mendukung rencana tersebut. Apabila tidak merestui arogansi ini, negara tersebut dianggap teroris.
Dengan adanya agenda GWOT, AS menjadi polisi dunia yang siap menghadang siapa saja. AS juga telah mengeluarkan dekrit perang global terhadap terorisme. Secara spesifik disebutkan Alqaeda, kelompok Islam ekstrem radikal serta segala sesuatu yang dapat mengancam kepentingan AS secara politik dan ekonomi. Diperkirakan mengarahkan GWOT menjadi perang melawan Islam (Alwai’e, 25/07/2018).
Tak berhenti di situ, AS punya kesadaran serta mengarahkan ketakutannya terhadap ancaman ideologi Islam dan kebangkitan Khilafah. Hal itu dapat dilihat dari berbagai pernyataan para pemimpin Barat sendiri. Seperti yang dilansir www.theinevitablecaliphate.com, Presiden George W. Bush (Jr) pada tahun 2006 pernah mengatakan, “This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East, and Southeast Asia.” (Khilafah ini akan menjadi imperium Islam yang totaliter yang akan melintasi negeri-negeri Muslim kini dan dulu, membentang dari Eropa hingga Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Tenggara).
Kapitalisme menjadi sebuah keniscayaan yang tidak terbantahkan, sebagimana yang diramalkan oleh Huntington dalam bukunya, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996). Pasca runtuhnya ideologi komunisme Uni Soviet, Islam menjadi satu-satunya ancaman bagi AS dan sekutunya dalam mewujudkan ideologi kapitalis-nya. Huntington menyatakan, “The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam.”
Maka upaya mewujudkan untuk tetap eksis sistem peradaban kapitalis, Barat begitu menjaga agar ideologinya tetap ada dan melakukan bentuk berbagai tipu daya.
Umat Butuh Khilafah
Islam merupakan agama paripurna, yang bisa memecahkan seluruh permasalahan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, urusan dalam negeri, tak terkecuali luar negeri. Untuk menelisik fakta yang di atas, Khilafah sebagai institusi negara berkewajiban melindungi kesucian dan kehormatan Islam dan umatnya. Rasul saw bersabda:
“Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai; rakyat akan berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam negara Khilafah ketika menindaklanjuti sebuah perkara yang berkaitan dengan politik luar negeri, maka Khilafah akan memberlakun status perang bagi negara kafir harbi fi’lan yang jelas telah melecehkan Alquran.
[ah/LM]