Covid – 19 Penyebab Tingginya Angka Perceraian, Benarkah?

Oleh: Aminah Darminah, S.Pd.I.
(Muslimah Peduli Generasi)

 

Lensa Media News – Wabah virus corona memberikan pengaruh terhadap seluruh lini kehidupan masyarakat. Ekonomi menuju jurang resesi, kejahatan merajalela, dan bangunan keluarga di ambang kehancuran yang ditandai dengan terus meningkatnya jumlah perceraian.

Panitera Pengadilan Agama Soreang, Ahmad Sadikin membenarkan antrean warga di Pengadilan Agama Soreang. Ia mengatakan, antrean warga di Pengadilan Agama Soreang bukan hanya untuk mendaftarkan gugatan. Ahmad mengungkapkan, sidang gugatan perceraian di Pengadilan Agama Soreang bisa mencapai 250 kasus setiap harinya. Sebanyak 75 orang yang mendaftar dan 90 orang yang mengambil produk gugatan. Antrean tidak hanya terjadi pada hari Senin tanggal 24 Agustus 2020 (republika.co.id, 26/8/2020).

Kondisi yang sama terjadi di Semarang. Pengadilan Agama kelas 1A kota Semarang mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi virus corona (covid-19). Kenaikan kasus hingga 3 kali lipat itu disinyalir disebabkan oleh masalah ekonomi dalam rumah tangga. Setiap hari, panitera setidaknya menerima 100 orang yang mendaftarkan gugatan perceraian. Sekitar 80% penggugat, datang dari pihak perempuan atau istri (cnnindonesia, 24/6/2020).

Kasus perceraian di negeri ini sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Perceraian selalu memberikan dampak yang tidak baik bagi seluruh anggota keluarga. Di masa pandemi saat ini, perceraian lebih banyak dibanding sebelumnya. Pemicu perceraian ada beberapa hal: Pertama, standar kebahagiaan yang keliru. Dalam kehidupan ala kapitalisme seperti saat ini, seseorang merasa bahagia jika kebutuhan jasmani dan nalurinya (gharizah) terpenuhi. Hal ini pula yang menjadi orientasi seseorang menikah. Dorongan untuk menikah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan gharizah nau’ (naluri melestarikan jenis). Padahal tujuan mendasar dari pembentukan keluarga adalah terwujudnya keluarga sakinah mawaddah warahmah yang diridai Allah SWT.

Kedua, sistem ekonomi kapitalis tidak memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok individu perindividu rakyat. Di atas sistem ekonomi yang rapuh ini, perekonomian negara mudah mengalami kegoncangan. Kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga menjadi salah satu pemicu perceraian.

Keluarga adalah institusi terkecil dalam masyarakat. Keutuhan keluarga menjadi pondasi lahirnya generasi yang berkualitas sebagai penerus peradababan Islam. Jika institusi keluarga hancur, yang rugi bukan hanya keluarga itu sendiri tapi juga merugikan kaum muslimin. Kokohnya bangunan rumah tangga harus ditopang dengan ekonomi yang tangguh. Sistem ekonomi Islam terbukti telah memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi kaum muslimin selama 13 abad.

Islam memiliki mekanisme dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat, diantaranya: Pertama, negara mewajibkan kepada laki-laki untuk bekerja mencari nafkah, baik nafkah untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai kepada laki-laki. Tidak hanya itu, negara juga memberikan pelatihan, bimbingan beserta modal. Jika ada laki-laki tidak bekerja karena faktor kemalasan, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas berupa penjara.

Kedua, sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam rangka melahirkan anak didik yang memiliki syakhsiyah Islamiyah, menguasai sains tekhnologi dan berjiwa pemimpin. Dari sini akan lahir generasi yang berkualitas, memiliki keahlian dan rasa tanggung jawab untuk memberi nafkah kepada anggota keluarga.

Ketiga, pasangan yang akan menikah dipersiapkan mentalnya agar memiliki pemahaman bahwa menikah adalah ibadah dan akan dimintai pertangggungjawabannya oleh Allah SWT. Maka negara melalui institusi pendidikan akan memberikan skill kepada pasangan yang akan menikah agar kedua belah pihak memahami hak dan kewajiban masing-masing.

Terjadinya perceraian saat ini tidak semata-mata karena covid-19. Penyebab utamanya adalah pondasi pernikahan yang rapuh dan abainya penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Covid-19 hanya sebagai pemicu. Maka masihkah mempertahankan sistem kapitalis sekuler saat ini yang telah terbukti merusak sendi-sendi kehidupan rumah tangga? Saatnya kembali kepada Islam yang telah terbukti berhasil memberikan kesejahteraan dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Wallahu’alam.

 

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis