Sikap Islam dalam Menjaga Kedaulatan

Oleh: Kunthi Mandasari
(Pegiat Literasi)

 

Lensa Media News – Dalam kondisi pandemi Corona tak menyurutkan panas perseteruan di wilayah perairan Laut China Selatan (LCS). China yang secara sepihak mengklaim berkuasa di LCS mendapat penolakan keras dari Amerika Serikat. Perebutan di perairan LCS ini kerap terjadi dan telah berlangsung lama. Hal ini karena daya tarik yang dimiliki Laut China Selatan. Tak hanya berada pada posisi strategis tetapi juga memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah.

Artinya penguasaan secara sepihak oleh China akan medatangkan banyak keuntungan. Hal ini bisa mengokohkan kedudukan China yang ingin tampil menjadi pesaing AS. Sebagai rival, AS tidak mungkin membiarkan hal ini terjadi.

Jika negara yang tidak memiliki wilayah di LCS sibuk memperebutkan kedudukan mereka. Filipina yang wilayahnya masuk dalam klaim Beijing justru memilih menyerah jika harus berperang melawan China.

Sedangkan Indonesia memilih netral dan tidak berharap hal ini menjadi perang terbuka. Menteri Luar Negeri, Retno Lestari Priansari Marsudi, mengatakan Indonesia tetap konsisten menghormati Konvensi Hukum Laut Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) sebagai panduan dalam sengketa di Laut China Selatan (cnnindonesia, 30/07/2020).

Sikap netral menjadi pilihan aman. Bagaimanapun juga, dua negara yang sedang berseteru memiliki andil besar dalam perekonomian Indonesia. Salah melangkah bisa berakibat fatal. Meskipun di sisi lain Indonesia menjadi bagian dari ASEAN yang memungkinkan untuk memobilisir kekuatan negara kawasan untuk menentang AS-China yang melakukan pelanggaran kedaulatan lautnya. Sayangnya, sejumlah pertimbangan masih menjadi penghalang.

Adanya sengketa wilayah tak lepas dari batas wilayah yang digunakan. UCLOS yang selama ini dijadikan tolak ukur hanya berupa batas semu. Dalam pelaksanannya rawan terjadi tumpang tindih dan memunculkan konflik. Berbeda dengan dunia Islam, batas wilayah negara Islam (khilafah) sangat dinamis. Bisa meluas karena adanya dakwah dan futuhat.

Perbatasan antar negeri Muslim pun bukan termasuk tanah ribath. Sehingga tidak dihukumi ada batas yang harus dijaga. Tidak seperti saat ini, antar wilayah kaum Muslim justru tersekat oleh negara bangsa yang mengharuskan sesama negara Muslim menempatkan pasukannya. Terpecahnya negara-negara kaum Muslim inilah yang memudahkan negara penjajah menjarah kekayaan negeri kaum Muslim.

Dalam fiqh, penjagaan wilayah perbatasan disebut ar-ribath. Ar-Ribath artinya menempatkan pasukan tentara Islam lengkap dengan senjata dan peralatan perang lainnya di daerah yang rawan. Wilayah-wilayah perbatasan yang memungkinkan musuh menyelundup atau memungkinkan untuk menyerang kaum muslimin dan negara. Dalam kacamata politik pertahanan Islam, menjaga perbatasan negeri sangatlah penting. Hukumnya adalah fardhu kifayah.

Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” ( QS. Ali Imran 200)

Rasulullah saw pun pernah mengingatkan betapa pentingnya menjaga perbatasan melalui sabdanya:
Ribath (menjaga perbatasan wilayah Islam dari serangan musuh-musuh Islam) sehari semalam lebih baik dari pada puasa sunnah dan shalat sunnah sebulan penuh, dan jika seorang murabith mati di tengah ia melakukan ribath, maka amal perbuatannya itu akan terus berpahala, dan ia diberikan rizqinya di surga kelak, serta tidak ditanya di dalam kubur (oleh malaikat munkar dan nakir).” ( HR. Muslim)

Selain ada banyak sekali keutamaan ribath, menjaga wilayah perbatasan juga termasuk amal yang utama dan taqarrub yang agung.
Menjaga wilayah perbatasan satu hari di jalan Allah, lebih baik daripada dunia serta isinya.” ( Muttafaq ’alaih; al-Bukhari, no. 2892; Muslim, no. 1881)

Serta masih ada banyak hadist lain yang menyatakan keutamaan ribath. Ar-ribath sangat erat kaitannya dengan hukum-hukum jihad. Sedangkan jihad hanya bisa dilakukan oleh negara khilafah sebagaimana pernah terjadi di masa silam. Artinya tanpa adanya negara yang menerapkan Islam secara kaffah, penjagaan perbatasan tidak bisa terlaksana secara optimal.

Akibatnya, ketika hukum-hukum ribath yang satu paket dengan jihad ini ditinggalkan maka akan mudah sekali bagi pihak luar untuk memasuki negeri Muslim. Baik untuk menjarah SDA dan SDM. Atau untuk memasukkan barang-barang haram seperti narkoba. Alhasil, kemiskinan senantiasa mencengkeram negeri-negeri muslim. Sehingga mereka senantiasa bergantung dengan kucuran dana penjajah dan menggadaikan kedaulatan.

Bahkan ketiadaan khilafah mengakibatkan tidak terlaksananya hukum syariat secara sempurna. Serta memisahkan antar kaum Muslim yang sejatinya umat yang satu (QS. al-Anbiya’ ayat 92). Sudah seharusnya kaum muslim menanggalkan sekat yang ada. Kembali bersatu dalam satu kepemimpinan. Mewujudkan gelar khaoirul ummah.

Wallahua’lam bishshawab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis