Genosida Srebrenica, Umat Lemah Tanpa Khilafah
Oleh: Ummu Syanum
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
Lensa Media News – Tertindas, dijajah, didiskriminasi bahkan yang menyayat hati adalah dibunuh secara massal atau genosida. Itulah yang terjadi kepada nasib umat Islam sejak khilafah diruntuhkan pada tahun 1924 lalu. Salah satunya adalah kasus genosida di Srebrenica, Bosnia.
Kota Srebrenica di kawasan Bosnia dan Herzegovina menjadi saksi bisu terjadinya pembantaian ribuan warga Muslim pada tahun 1995 silam. Peristiwa pembantaian tersebut disebut sebagai salah satu upaya genosida yang terjadi di Eropa (detik.com, 10/7/2020).
Pembantaian itu merupakan bagian dari genosida yang dilakukan terhadap umat Islam oleh pasukan Serbia Bosnia selama Perang Bosnia. Salah satu yang menjadi konflik yang terjadi pada 1990-an ketika Yugoslavia bubar. Republik sosialis Bosnia dan Herzegovina yang saat itu merupakan bagian dari Yugoslavia adalah merupakan wilayah multi-etnis Bosniak Muslim, Serbia Ortodoks dan Kroasia Katolik.
Bosnia-Herzegovina mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1992 setelah referendum dan diakui tidak lama oleh pemerintah AS dan Eropa. Akan tetapi, kelompok Serbia Bosnia memboikot referendum. Segera setelah itu terjadi, pasukan Serbia Bosnia yang didukung oleh pemerintah Serbia menyerang negara yang baru terbentuk itu.
Mereka mulai mengeluarkan Bosniaks (muslim Bosnia) dari wilayah itu untuk menciptakan Serbia Raya yang dikenal dengan Pembersihan etnis. Orang-orang Bosniaks yang sebagian besar merupakan muslim adalah keturunan dari Slavia Bosnia yang menganut Islam dibawah pemerintahan Khilafah Utsmaniyyah pada abad pertengahan (BBC.com, 11/7/2020).
Tragedi Srebrenica dan perang Bosnia menjadi bukti bahwa tidak adanya perlakuan yang adil dari PBB terhadap negara berpenduduk muslim yang dibunuh lebih dari 8000 pria dan anak lelaki muslim. PBB yang bertugas menjadi misi perdamaian justru menjadi alat segelintir pihak untuk memuaskan nafsu kedengkiannya kepada Islam dan muslim, serta menjadi medan pertarungan untuk kepentingan negara berkuasa yang tak segan mengorbankan ribuan nyawa muslim.
Kapitalisme membungkam PBB yang katanya pemersatu bangsa-bangsa. Ketika umat Islam yang menjadi korban, mereka diam saja. Begitulah, ketiadaan perisai (junnah) membuat umat Islam hidup tanpa pelindung, terombang-ambing tanpa tempat bernaung. Mereka dibunuh dan terusir tanpa ada yang melindungi.
Hancurnya khilafah membuat umat Islam hidup tanpa satu pemimpin yang memobilisasi untuk melawan penjajahan serta menjaga dan melindungi mereka. Negara muslim yang masih terbelenggu nasionalisme, membuat mereka terikat oleh adanya batas teritorial yang menyekat ukhuwah. Srebrenica adalah salah satu saksi bagaimana ketiadaan khilafah dan masuknya nasionalisme yang benar-benar menjadi momok penghancur umat.
Umat harus memahami bahwa genosida masih terus ada dan mungkin akan terus terjadi selama khilafah belum tegak berdiri. Saat ini kita dipertontonkan begitu banyak peristiwa yang terjadi terhadap kaum muslimin diberbagai dunia. Palestina, Suriah, Rohingya, Uyghur, India di mana umat Islam seoalah tak berdaya dan terusir.
Negara khilafah yang hanya bisa menerapkan secara nyata bahwa muslim yang satu dengan muslim yang lain bagaikan satu tubuh, tidak ada lagi sekat-sekat kebangsaan. Khilafah akan melindungi darah seluruh umat Islam di dunia. Khilafah akan melindungi mereka dari segala bentuk penindasan terutama dari kaum kafir.
Karena, di bawah naungan khilafah umat Islam bisa bersatu dan menjadi kuat, sehingga perlindungan terhadap harkat dan martabat umat Islam di berbagai wilayah dapat diwujudkan secara nyata.
Wallahua’lam bish-shawab.
[ry/LM]