Komersialisasi Tes Corona, Ibu dan Anak Jadi Korban

Oleh: Putri Eka Rizwana
(Komunitas Annisaa Ganesha)

 

Lensa Media News – Rapid dan swab test dituding telah dikomersialisasikan dan telah mengakibatkan banyak korban. Terdapat kasus yang tengah santer di publik, seorang ibu di Makassar kehilangan anak dalam kandungan lantaran tak kuat membayar swab test Rp 2,4 juta. Padahal saat itu, dirinya membutuhkan tindakan cepat untuk operasi kehamilan (tribunnewswiki.com, 19/06/2020). “Ibu Ervina ditolak tiga rumah sakit karena biaya rapid dan swab test-nya tidak ada yang menanggung. Sehingga di RS terakhir, anak dalam kandungannya meninggal,” kata pendamping Ervina yang juga aktivis perempuan Alita Karen.

Biaya tes Covid-19 yang mahal menjadi salah satu hal yang dihindari oleh masyarakat. Reni Astuti wakil DPRD mengatakan bahwa dirinya menerima pengaduan dari seorang warga yang mengeluhkan biaya tes swab di rumah sakit swasta (depok.com, 9/05/2020). Diketahui seorang warga yang berprofesi sebagai cleaning service itu tak mampu secara ekonomi dan saat ini berstatus PDP setelah sebelumnya melakukan tes swab dengan merogoh kocek Rp 2,2 juta tanpa adanya bantuan dari pemerintah kota setempat.

Trubus Rahadiansyah pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti mengatakan terjadinya komersialisasi tes Covid-19 yang dilakukan di rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini. “Banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Itu akibat dari tidak ada aturan dan kontrol dari pemerintah,” kata Trubus (bbc.com, 18/06/2020).

Upaya mengingatkan akan lemahnya peran pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab pada rakyat malah dijawab dengan kebijakan-kebijakan yang menambah penderitaan rakyat. Contohnya kebijakan new normal disaat data kasus baru di Indonesia perharinya masih tinggi.

Di Jakarta, harga tes corona terus bervariasi. Rapid test berkisar antara Rp300.000 hingga Rp500.000, sementara untuk swab test berkisar dari Rp1,5 juta hingga Rp5 juta, tergantung dari seberapa lengkap pengecekan. Mahalnya tes virus corona tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pihak rumah sakit harus membeli sendiri alat dan perlengkapan tes. Kedua, biaya untuk membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam tes tersebut mulai dari dokter, petugas laboratorium, hingga petugas medis yang membaca hasil tes.

Dari pernyataan di atas bisa disimpulkan bahwa rakyat menanggung sendiri beban hidupnya dan pemerintah lepas tanggung jawab. Apa yang membuat peran negara lemah dan abai terhadap rakyatnya ini?

Dalam sistem kapitalis, manusia dianggap memiliki hak mutlak memanfaatkan sesuatu sesuai dengan kepentingannya. Sehingga memunculkan pemimpin yang tidak takut Tuhan dan tidak memikirkan pertanggungjawaban di akhirat kelak karena apa yang menurutnya tidak bermanfaat akan dibiarkan dan jika itu bermanfaat baginya maka akan didapatkan dengan menghalalkan segala cara termasuk cara yang haram.

Pengutamaan hak-hak individu dalam sistem kapitalis ini seringkali memunculkan konflik antar anggota masyarakat. Dan banyak masyarakat miskin dikalahkan oleh kelompok orang kaya yang lebih banyak menguasai sumber daya ekonomi. Pada akhirnya, negara hanya berperan sebagai regulator yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan pemilik modal. Itulah gambaran betapa bobroknya kepemimpinan di sistem kapitalis dalam menangani urusan rakyat.

Berbeda sekali dengan pemerintahan Islam. Dalam Islam, rakyat dipandang sebagai amanah yang harus diurus dan dijaga oleh penguasa, baik itu hartanya, akalnya, kehormatannya, agamanya, bahkan nyawanya. Para penguasa wajib memastikan semua kebutuhan pokok masyarakat, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Jika ada penguasa yang berani lepas tanggung jawab terhadap rakyatnya di dunia, maka dia harus siap-siap diajukan ke mahkamah mazhalim. Sementara kelak di akhirat, dia harus siap dibelenggu di lubang neraka.

Sebagaimana kisah Umar Bin Khaththab sebagai pemimpin (khalifah) ketika bencana kelaparan melanda Madinah yang menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Saat itu, banyak sekali rakyatnya yang merasa kelaparan dan penderitaan. Ini juga dirasakan oleh Umar sebagai pemimpin kala bencana itu terjadi. Beliau pun bersumpah untuk tidak memakan daging dan minyak samin di saat semua rakyatnya menderita.

“Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan apa yang mereka derita.” Begitulah kata yang diucapkan Umar yang menunjukkan kualitas sebagai pemimpin sejati.

Sayangnya, umat telah lama terlepas dari sistem kepemimpinan dan pemerintahan Islam ini. Saat mereka mengabaikan aturan Islam sebagai sistem kehidupan. Lalu mereka jatuh dalam sistem kepemimpinan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menghinakan dimana penguasanya rela melakukan kecurangan pada rakyatnya, bahkan pada agama yang dianutnya.

Wallahu a’ lam bish showab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis