Dulu Dicari, Kini APD Harus Dikirim ke Luar Negeri?
Oleh : Mita Wulandari, Mahasiswa (Ekonomi dan Bisnis Universitas Medan Area)
Lensa Media News – Pandemi Covid-19 belum juga usai, namun sudah banyak peristiwa yang membuat banyak pihak kewalahan, kasus pasien positif yang semakin meningkat, pembagian bantuan yang tidak tepat sasaran, kriminalitas kian bertambah dan ekonomi negara yang semakin memburuk. Namun, parahnya dikala hal itu terjadi Pemerintah malah melakukan tindakan yang dirasa tak tepat untuk dilakukan yaitu impor besar-besaran (Merdeka.com, 15 Mei 2020).
Di tengah masifnya penularan, pihak medis yang notabene sebagai garda terdepan justru dihadapkan pada minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD). Tidak hanya Indonesia yang kalang kabut, namun juga beberapa negara di dunia termasuk Amerika dan Eropa “ngos-ngosan” menghadapi Corona. Dunia butuh APD. Agar bisa berperang melawan serbuan Covid-19. Kebutuhan alat perlindungan diri (APD) tenaga medis, juga alat-alat kesehatan, membuat industri tanah air menggenjot produksinya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun akan kembali membuka ekspor alat pelindung diri (APD) dan masker setelah sebelumnya sempat dilarang. Pembukaan ekspor APD dan masker ini untuk mendorong roda perekonomian nasional. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memang sudah mengatakan pemerintah sedang mengevaluasi larangan ekspor APD dan masker. Menurut dia, bila kebutuhan dalam negeri telah dicukupi, ekspor APD akan dipermudah untuk juga mendorong ekspor Indonesia (kontan.co.id, 16/06./2020).
“Kemarin saya sudah melakukan relaksasi untuk ekspor, jadi sekarang (ekspor) APD maupun masker sudah saya buka kembali,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat meninjau protokol kesehatan di Mall Kota Kasablanka. Agus berpendapat, saat ini pembukaan aktivitas perdagangan perlu dilakukan tetapi dengan tetap memprioritaskan protokol kesehatan (kontan.co.id, 16/06./2020).
Sebuah hal yang tidak masuk akal, di tengah krisis wabah yang terjadi, profit devisa sempat terlontarkan. Sebagai seorang pemimpin yang baik, seharusnya kesehatan dan kebutuhan rakyat lebih didahulukan. Penuhi dulu APD dalam negeri. Jika sudah cukup dan ada kelebihan, bolehlah diekspor. Kondisi ini sangatlah kontradiktif, di sisi lain kita pembuat APD malah kekurangan, di sisi lain APD yang dibuat justru malah diekspor. Dan ketika kita butuh, malah impor APD buatan sendiri. Dilema memang menghadapi polemik di negeri ini.
Jika ujung-ujungnya mencari untung begini, bagaimana nasib rakyat selanjutnya? Padahal, para medis sempat menyatakan tak mau merawat pasien Covid-19 jika APD tak terpenuhi. Bukan maksud mereka melanggar tugas dan kewajiban. Tapi bagaimana mau berperang jika sarana perangnya saja tidak ada? Kalaupun ada itu mahal.
Sebuah bukti bahwa ada kesemrawutan dalam pengelolaan ini. Tidak berjalannya periayahan kepada rakyat secara penuh, membuktikan pemimpin saat ini tak memprioritaskan kebutuhan rakyat. Pemimpin yang seperti ini hanya ada di era kapitalis. Mereka dididik dengan pendidikan ala kapitalis. Semua dinilai materi, untung dan rugi. Akhirnya ketika berkuasa malah bermental pengusaha. Apa-apa dinilai dengan profit.
Harusnya, sebagai pemimpin tujuan utamanya adalah melayani umat. Bukan mencari celah dalam kesempitan. Mencari untung di tengah kebuntuan. Karena seorang pemimpin yang beriman akan mendahulukan kewajiban dari pada sekadar meningkatkan devisa.
Sementara itu, keseluruhan konsep-konsep sahih Islam dalam wujud sistem kehidupan Islam tergambarkan di dalam Daulah Khilafah dimana negara memiliki kemampuan logistik yang memadai dan ekonomi tetap stabil. Mulai dari alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis, hingga berbagai produk farmasi, alat kesehatan, dan obat-obatan semuanya akan senatiasa diupayakan untuk tersedia ketika terjadi wabah.
Dari sini harusnya kita paham betul bahwa Sistem Kapitalisme tidak pernah memihak rakyat, melainkan pengusaha dan mengesampingkan urusan rakyat, jadi kondisinya akan tersistemi oleh sitem yang dzalim dan senantiasa membuat kesengsaraan.
Wallahu’alam bish shawab.
[ry/LM]