Wacana pemungutan Tabungan Perumahan Rakyat sudah terdengar di beberapa media, khususnya ini yang menjadi kekhawatiran atau bahkan antipati rakyat pada pemerintah. Di tengah pandemi dengan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, pemerintah justru malah mencanangkan kebijakan memotong uang pegawai sebesar 2,5% dari gaji.

Dengan fakta bahwa pandemi belum berakhir, yang artinya pegawai masih menerapkan sistem bekerja dari rumah (Work From Home) akan menyulitkan mereka dengan pemotongan gaji yang cukup besar, ditambah jika gaji itu tidak bisa diambil, jika pegawai diberhentikan atau berhenti kemudian hari, jelas ini menekan rakyat, khususnya pegawai.

Pengamat properti, Pulus Tolok Lusida meminta pemerintah untuk memperjelas aturan iuran tersebut. Transparansi pengelolaan dana juga menjadi poin yang tak kalah penting. Dana yang besar ini akan menggirukan bagi siapa saja yang tak acuh pada kepentingan rakyat, terutama tanggung jawabnya sebagai pengurus. Bukan hanya Tolok, setiap warga berharap dana besar ini tidak menjadi bancakan ‘oknum-oknum’ yang akan mengendap dalam kurun waktu lama.

Sandang, pangan, dan papan memang menjadi kebutuhan penting rakyat yang seharusnya sudah dijamin oleh pemerintah. Bukan malah bahu-membahu mengurus diri sendiri dengan memotong gaji, atau malah melayani koruptor dengan gaji hasil keringat yang dikumpulkan tak sebentar. Adanya program-program pemerintah yang bisa memenuhi kebutuhan rakyat, tentulah bagus terlebih lagi jika itu gratis difasilitasi pemerintah, bukan hanya sekadar regulator kapitalis saja. Jelas, tak ada yang mampu menutup keran korupsi selain Islam dan keimanan.

 

Ahmar Hanifah
(Alumni Universitas Terbuka Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sastra Inggris, Pegiat Literasi Islam)

[Faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis