Kasus ABK, Negara Bela Siapa?
Oleh: Sumiatun
(Komunitas Pena Cendekia, Jombang)
Lensa Media News – Kasus dugaan praktek eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xin 629 belum lama ini terus bergulir. Kejadian tersebut mengakibatkan meninggal dan dilarungnya 4 orang ABK asal Indonesia. Tak hanya itu sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual pada Kamis (7/5) mengatakan pemerintah Indonesia sudah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu China untuk mengklarifikasi pelarungan terhadap ABK tersebut. Pihak Kemenlu China bersikukuh pelarungan terhadap ABK asal Indonesia dilakukan sesuai ketentuan kelautan internasional dan sudah mendapat surat persetujuan keluarga tertanggal 30 Maret 2020 (gatra.com, 09/05/2020).
Sementara keluarga dua orang ABK asal Sumatera Selatan yang meninggal di atas kapal ikan berbendera China dan jenazahnya dilarung ke laut mengaku kaget karena tidak dilakukan pemakaman secara hukum Islam (merdeka.com, 09/05/2020).
Eksploitasi dan Dugaan Perbudakan
Pelarungan jenazah ABK WNI merupakan salah satu bagian dari dugaan perbudakan yang dilakukan kapal nelayan China. Kasus di kapal berbendera China tersebut diakui oleh beberapa ABK WNI dalam siaran salah satu stasiun televisi di Korea Selatan. Mereka mengalami diskriminasi, ABK China meminum air botolan dari darat, sementara para WNI minum air laut yang disuling.
Setiap kali minum air tersebut, mereka mengaku sakit. Untuk pekerjaan di lautan selama 13 bulan, lima orang ABK WNI di kapal tersebut mengaku hanya menerima USD 120 atau Rp.1,8 juta (kumparan.com, 08/05/20202). Kasus yang menimpa ABK di atas menunjukkan betapa murahnya nilai TKI WNI bagi negara asing khususnya China.
Bisa jadi para TKI tergiur promo gaji tinggi dari perusahaan penyalur tenaga kerja, sehingga terjerumus pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Hal ini menunjukkan minimnya peran pemerintah dalam mengatur penyediaan lapangan kerja bagi WNI. Negara nekat memasukkan ratusan tenaga kerja asing (TKA) China ke Indonesia, sementara rakyat Indonesia sendiri dibiarkan menjadi korban perbudakan negara asing tersebut.
Negara juga telah gagal dalam mewujudkan perlindungan terhadap TKI, meski di negeri ini telah dibuat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Terbukti dengan sikap pemerintah yang lebih mendengar penjelasan pihak Kemenlu China dari pada menanggapi pengaduan para ABK WNI maupun derita keluarga korban pelarungan jenazah. Padahal semestinya negara dalam hal ini pemerintah yang sedang berkuasa, menjadi pelindung bagi TKI yang bekerja pada negara asing.
Islam Mengatur dan Melindungi Warga Negara
Derita para ABK tak akan terjadi jika negeri ini mau menerapkan sistem Islam. Aturan yang lengkap dan sempurna untuk mengatasi setiap problem kehidupan. Derita para ABK tentunya berangkat dari kebutuhan pekerjan untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya.
Negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) akan mengatur penyediaan lapangan kerja yang cukup memadai bagi setiap warga negara laki-laki yang mampu bekerja. Sehingga mereka tidak perlu mencari pekerjaan sampai ke luar negeri, apalagi bekerja pada negara asing yang terkategori kafir harbi fi’lan, yang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslim.
Demikian pula terhadap warga negara yang terhalang untuk bekerja dan memperoleh nafkah. Negara mengatur pemenuhan kebutuhan nafkah mereka. Pemerintah menjalankan peran ini berdasar pada sabda Rasulullah SAW, yang artinya, ” Imam/ Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Negara juga memberikan perlindungan politik kepada setiap individu warga negaranya. Baik warga negara tersebut seorang muslim maupun non muslim. Selama dia memenuhi syarat sebagai warga negara Khilafah, yakni menetap dan punya loyalitas di Dârul Islam (negara yang menerapkan sistem Islam), dia berhak mendapat perlindungan politik dari negara.
Hal ini diterapkan sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yang artinya, ” Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukungnya) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasâ’i, Abu Dawud, Ahmad). Alhasil, dengan penerapan sistem Islam, permasalahan ABK WNI bisa dihindari dan rakyat pun terlindungi.
Wallahu ‘alam bishshawab.
[ln/LM]