Aseng Disayang, tapi Nyawa Rakyat Melayang
Oleh: Mariyani Dwi
(Komunitas Setajam Pena)
LensaMediaNews – Baru-baru ini pemerintah gencar menggelorakan kampanye “Gerakan Kurva Landai.” Seperti dikatakan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19, Wiku Adisasmito, gerakan ini untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan ke orang lain begitu sebaliknya. Yaitu dengan cara ubah perilaku, jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, menjaga imunitas. (cnbcindonesia, 9/5/2020)
Kampanye “Kurva Landai ” tersebut diklaim sebagai keberhasilan pemerintah dalam menekan pnyebaran virus. Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (Kemen PMK), Muhadjirin Effendy mengungkapkan ada kecenderungan penurunan kasus Covid-19 di dalam negeri, per 7 Mei 2020.
Klaim lainnya, seperti diungkapkan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Doni Monardo bahwa, kurva kasus Corona virus mulai mendatar sebagai efek dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang telah berjalan sejak 10/04/2020.
Oleh karena itu, berbagai klaim tersebut dijadikan sebagai acuan legitimasi kesehatan untuk melonggarkan PSBB untuk kepentingan ekonomi. Yaitu untuk memberi kelonggaran kepada para pebisnis yang tengah mengalami kebangkrutan.
Namun di balik semua itu, fakta berkata lain, bahwa ini hanyalah sebuah kebohongan publik belaka. Karena sesungguhnya hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai standart ilmu epidemilogi, tulis Tim Peneliti Eijkman Oxford Clinical Research (EOCRU). Mereka menambahkan Pemerintah hanya menampilkan kurva harian kasus Covid-19, yang mana jumlah kasus konfirmasi harian tidak sama dengan jumlah kasus baru. Oleh sebab itu, adanya klaim penurunan kasus baru Covid-19 cukup meragukan. (detik.com, 9/5/2020)
Begitulah cerminan para penjunjung kapitalis dalam mengambil tindakan atau kebijakan. Mereka menomorsekiankan keselamatan rakyat demi memenuhi tuntutan para pengusaha usang yang didominasi asing dan aseng. Keselamatan rakyat bukanlah poin yang utama. Selama kroni-kroninya merasa senang, why not? Termasuk melakukan kebohongan publik dan berbagai macam cara lainnya pun pasti dengan senang hati dilakukan.
Ini bertolak belakang dengan gambaran para penjunjung sistem Islam yaitu Khilafah. Pemimpin atau kholifah sadar betul bahwa, “Seorang pemimpin laksana penggembala, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaanya (rakyatnya).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Oleh karenanya, seorang kholifah akan menjadikan keselamatan dan kemakmuran rakyat sebagai fokus utama. Dia juga berusaha sekuat tenaga dalam memenuhi tanggungjawabnya mengurusi ummat. Surga dan neraka serta rida Ilahi Robbi cukuplah menjadi pendongkrak keseriusannya dalam mengemban amanah ini.
Di dalam kepemimpinan Islam, negara akan memastikan diri tidak tergantung kepada asing aseng. Dan mengelola secara mandiri kubutuhan dan obyek pemenuhannya. Maka tatkala negara akan mengambil kebijakan tidak akan canggung untuk memrioritaskan rakyatnya.
Cukuplah sumber daya alam yang telah disediakan oleh Allah SWT, dan sistem perekonomian Islam yang dijalankan secara apik mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Dengan dibarengi penerapan sistem Islam secara kaffah, maka insyaallah akan sanggup menjadi negara yang maslahat dan diberkahi oleh Allah SWT.
Wallahu a’lam bishowab.
[ln/LM]