Bagaimana Menjamin Ketahanan Pangan dalam Islam?
Oleh: Kunthi Mandasari
Lensa Media News – Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sebuah ibarat yang cocok untuk menggambarkan kondisi saat ini. Serangan pandemi virus mematikan belum mampu diselesaikan. Kini ancaman kelaparan mengintai di depan mata akibat stok persediaan makanan yang tak merata. Tentu korban utamanya adalah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Lembaga dunia Word Food Program (WFP) mengatakan masyarakat dunia menghadapi ancaman kelaparan besar-besaran dalam beberapa bulan lagi akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19 atau virus Corona. Saat ini ada 135 juta orang menghadapi ancaman kelaparan. Proyeksi dari WFP menunjukkan jumlahnya bisa meningkat dua kali lipat menjadi 270 juta orang.
Jumlah ini masih bisa bertambah karena ada sekitar 821 juta orang yang kurang makan. Sehingga, total warga dunia yang bisa mengalami bencana kelaparan melebihi satu miliar orang. Bencana pangan ini bisa terjadi di sekitar 55 negara jika melihat pada skenario terburuk (tempo.co, 23/04/2020).
Eksekutif Direktur WFP, David Beasley, menyebut terjadinya konflik, resesi ekonomi, dan penurunan jumlah bantuan serta jatuhnya harga minyak merupakan faktor yang memicu terjadinya kelangkaan pangan. Dia mendesak PBB untuk mengambil langkah cepat untuk menghindari terjadinya bencana kelaparan besar-besaran ini.
Adanya kelaparan tak lepas dari buruknya sistem pendistribusian pangan dalam sistem kapitalis. Pembatasan ekspor oleh negara produsen dan penimbunan secara agresif oleh pemilik modal. Penurunan hasil panen akibat terbatasnya jumlah pekerja akibat kebijakan karantina. Penurunan di sektor peternakan akibat logistik pakan. Serta lemahnya payung hukum yang membuka peluang penimbunan kian menggila.
Pendistribusian ala kapitalistik yang tak merata melahirkan ketimpangan sosial. Kesejahteraan hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Akhirnya, kekuasaan senantiasa jatuh pada mereka yang memiliki kekayaan. Kondisi ini kian memburuk dengan adanya penanganan wabah yang berfokus pada negara sendiri tanpa melihat kondisi negara lain. Bahkan meminta bantuan kepada PBB bukanlah sebuah solusi. Mengingat PBB tidak bisa ikut campur dalam sebuah negara, tetapi hanya bisa memberikan himbauan semata.
Kecepatan dalam menangani wabah secara global menjadi kuncinya. Namun, selama penanganan wabah masih dilakukan secara individual berdasarkan negara bangsa akan sulit direalisasikan. Penanganan wabah harus dilakukan dalam satu komando. Hal ini hanya bisa diwujudkan ketika negara bersatu dalam satu pandangan yang dijadikan asas dalam memenuhi kebutuhan. Mengarah pada bentuk masyarakat yang disatukan untuk pemikiran, perasaan dan peraturan yang satu, yakni Islam.
Islam memiliki aturan yang komplek. Termasuk di dalamnya mengurusi terkait ketahanan pangan. Setidaknya ada lima prinsip pokok ketahanan pangan yang pernah diterapkan di sepanjang kekhilafahan Islam yang tetap relevan.
Prinsip pertama yaitu optimalisasi produksi. yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Ada peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama, hingga pemanenan dan pengolahan pascapanen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Konsumsi berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan (wabah obesitas) dan juga meningkatkan persoalan limbah. Nabi mengajarkan agar seorang mukmin, baru makan tatkala lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Ketiga, manajemen logistik, di mana masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan pemerintah, yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang. Di sini teknologi pascapanen menjadi penting.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembapan udara, penguapan air permukaan, serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu. (Fahmi Amhar, 2018)
Inilah prinsip ketahanan pangan dalam Islam. Dengan ditunjang sistem ekonomi Islam yang menjamin pendistribusian kekayaan secara merata. Sehingga tidak ada namanya bantuan berdasarkan strata, tetapi semua bisa tersebar secara merata. Ditunjang dengan kesadaran negara yang berkewajiban untuk menjamin seluruh kebutuhan pokok per individu secara sempurna. Hal ini hanya bisa diwujudkan ketika didukung sistem pemerintahan Islam serta sistem-sistem Islam lainnya.
Penerapan Islam secara menyeluruh tak hanya mengentaskan dari kelaparan tetapi juga mampu menjaga ketahanan pangan. Selain itu mampu membangun berbagai ketahanan lainnya. Sehingga ketika wabah menyapa, penangannya bisa bergerak seirama.
Wallahu’alam bishshawab.
[el/LM]