Pilih Lockdown atau Shutdown?
Oleh: Umi Diwanti
(Revowriter Kalsel)
LensaMediaNews – Virus itu seperti api dan manusia adalah kayu bakar. Jika kayu bakar dijauhkan niscaya api akan padam sendiri. Saat wabah melanda maka lockdown dan social distancing adalah solusi. Islam sudah mensyaratkan hal ini sejak 14 abad silam.
Rasulullah SAW pernah bersabda, ” Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. ” (HR Bukhari)
Adapun dalam realisasinya lockdown ada beberapa macam. Pertama, menutup akses keluar masuk antar negara. Kedua menutup arus keluar masuk antar daerah. Ketiga, semua orang tidak boleh ke mana-mana. Tinggal di rumah masing-masing.
Untuk Indonesia sendiri, andai sejak awal kabar Wuhan dilanda Corona dan Indonesia masih zero kasus, lockdown tahap satu sudah cukup. Sementara aktivitas masyarakat dalam negeri tetap bebas sebagaimana sebelumnya. Sebab virus belum ada.
Tapi jika virus sudah masuk dan diyakini hanya ada di daerah tertentu saja, maka cukup lockdown tahap dua. Adapun jika wabah sudah ditemukam di banyak daerah seperti sekarang maka mau tak mau harus lockdown total. Tahap satu sampai tiga diberlakuan secara serempak.
Sayangnya sampai jumlah terpapar sudah mencapai 500 orang lebih dan 38 meninggal dunia termasuk diantaranya petugas kesehatan, penguasa belum jua memutuskan lockdown.
Padahal menurut info dari juru bicara pemerintah, Pak Yusrianto saat wawancara dengan Dedi Corbuzer. Bahwa saat ini negara belum memberikan informasi yang sebenarnya terkait corona karena adanya alasan tertentu (suara.com, 18/03/2020). Maka bisa jadi kasusnya lebih banyak lagi dan tidak jelas di mana saja sebarannya. Semakin menguatkan keharusan lockdown total.
Hanya saja memang negara tak boleh sembarangan memutuskan lockdown total tanpa persiapan. Bisa-bisa rakyat selamat dari Covid-19 tapi tidak selamat dari kelaparan. Karenanya kesiapan negara dalam menjamin kebutuhan rakyat selama lockdown adalah hal sangat mendasar.
Untuk ini negara harus menggunakan semua potensi keuangannya. Juga harus siap dengan mati surinya arus ekonomi. Toh menurut para ahli hanya perlu waktu sekitar 14 hari. Asalkan serentak maka semua bisa teratasi dan aktivitas bisa kembali normal. Lockdown total pun bisa dihentikan. Kecuali arus keluar masuk antar negeri harus terus ditutup sampai dunia aman dari corona.
Jika tidak serentak seperti sekarang, justru perlambatan ekonomi akan berlarut-larut. Sementara pasien corona terus bertambah, ketakutan rakyat terus meningkat. Aktivitas ekonomi sulit membaik. Karena masyarakat seperti hidup segan mati tak mau dalam menjalankan usahnya. Sementara interaksi yang menjadi sebab terus tersebarnya pandemi ini tidak benar-benar bisa dihentikan. Potensi korban terus berjatuhan adalah hal yang harus diterima.
Belum lagi jika kita lihat fakta ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada sangat minim termasuk ADP bagi petugas kesehatan. Beberapa dokter meninggal dan banyak petugas kesehatan terpapar covid-19 saat mengobati pasien (idntimes.com, 22/03/2020). Bagaimana kalau nanti jumlah pasien terus bertambah dan tenaga medis semakin melemah?
Jika grafik ekonomi terus menurun berkepanjangan, disusul SDM yang terus melemah, bukankah ini bisa mengakibatkan shutdown-nya sebuah bangsa. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Adapun jika negara berani memilih lockdown total serempak seluruh Indonesia, maka hanya akan mematikan ekonomi dalam (sekitar) 14 hari, tapi setelahnya semua bisa bergerak menuju normal kembali. Maka andaipun yang dilakukan pemerintah adalah hitungan materi, maka pandai-pandailah dalam mengali. Lockdown total serentak jauh lebih baik dari pada semi lockdown yang tidak jelas kapan berakhirnya.
Adapun dana pemerintah untuk menanggung kebutuhan rakyat selama lockdown bisa ditempuh dari beberapa cara. Diantaranya pengambilalihan pengelolaan SDA dari swasta, menahan/menghentikan alokasi bayar utang luar negeri, mengalihkan anggaran pemindahan ibu kota atau mengambil paksa harta para koruptor.
Yang pertama dan kedua hanya bisa dilakukan jika negeri ini berani keluar dari dominasi Asing dan menjadi negeri mandiri. Membuang sekuler kapitalis lalu memilih Islam sebagai pengganti. Dan sebenarnya hal ini harus dilakukan negara dengan atau tanpa adanya kasus corona. Sebab ini adalah solusi satu-satunya jika negara ini ingin benar-benar merdeka menentukan nasibnya sendiri.
Adapun nomor dua dan tiga, ini bisa dilakukan sekarang juga jika pemerintah memang serius ingin melindungi dan menyelematkan warga negara dan negeri ini. Mari kita lihat dan tunggu kebijakan apa yang akan diambil penguasa. Bersiap untuk lockdown total dalam satu komando. Atau memilih tetap bertahan menyerahkan penanganannya pada daerah masing-masing tanpa kesatuan komando, yang beresiko negara akan shutdown. Semoga saja masih ada kebijakan yang bijak yang mampu memelihara kewarasan rakyat di tengah wabah virus yang terus menggila. Aamiin
[ry/LM].