Maraknya Gugat Cerai Gegara Pelakor Ganteng
Oleh: Ashaima Va
LensaMediaNews – Pelakor jadi musuh bersama belakangan ini. Orang ketiga masih menjadi salah satu penyebab perceraian di Indonesia. Fenomena akhir zaman kini sungguh meresahkan. Pelakor tak hanya ada yang cantik menggoda, namun gagah dan ganteng. Pasalnya Lesbianisme, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) telah menjadi pihak ketiga yang merusak rumah tangga orang. Peristiwa yang memprihatinkan ini terjadi di kota Bogor. Dan Pengadilan Agama Bogor Klas IA mencatat dalam setahun terakhir terdapat 10 kasus perceraian (Pojokbogor.id, 12/02/2020).
Perkembangan Lelaki Suka Lelaki (LSL) juga telah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Tercatat dari berbagai sumber pada 2019 ada sekitar 1.330 Gay berkeliaran di kota Bogor (Pojokbogor.id, 12/2/2020). Mirisnya mereka mengklaim kesukaan mereka terhadap sesama jenis adalah fitrah, lalu ramai-ramai ingin diakui secara legal.
Sungguh manusia itu hobi benar untuk ingkar pada Allah. Fitrah itu adalah saat Allah telah menciptakan laki-laki untuk perempuan dan perempuan untuk laki-laki, agar cenderung aman satu sama lain. Diciptakan pula berpasang-pasangan, dan melalui pernikahan akan dilahirkan keturunan-keturunan yang baik. Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman” (TQS. Al-Baqarah: 223).
Tafsir Al-Muyasar menjelaskan tentang ayat itu bahwa istri-istri kalian adalah tempat kalian bercocok tanam. Merekalah yang melahirkan anak-anak kalian. Seperti tanah yang menghasilkan buah-buahan. Dan beramal-lah untuk diri kalian dengan melakukan kebajikan-kebajikan, di antaranya dengan cara seorang suami menggauli istrinya dengan niat beribadah kepada Allah dan berharap mendapatkan keturunan yang saleh.
Dari sini jelas, bahwa LSL bukan fitrah melainkan penyimpangan perilaku. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab mengapa penyimpangan perilaku ini terus menyebar di masyarakat.
Pertama, adanya kesalahan dalam mendidik baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan luar. Contohnya laki-laki yang dibiarkan bersikap kebanci-bancian semenjak kecil, besar kemungkinan saat dewasa dia akan menyukai sesamanya.
Kedua, LGBT juga bisa terjadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Belum lagi media, bacaan, dan tontonan yang mempropagandakan ide menyimpang ini menyebar di tengah masyarakat. Awalnya dianggap lucu-lucuan, lalu terbiasa, sampai akhirnya memaklumi dan mendukung.
Ketiga, negara tidak tegas menghadapi para pelaku LGBT ini. Malah terkesan dibiarkan dan tumbuh subur di masyarakat. Tidak hanya itu, terdapat pula resolusi PBB yang mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis dan perlindungan hak-hak LGBT. Tercatat sudah 20 negara yang mendukung resolusi ini. Banyaknya kasus sodomi anak-anak oleh predator dewasa adalah salah satu dampak dari pembiaran perilaku ini oleh negara.
Islam mengutuk keberadaan kaum ini. Alquran memberi peringatan pada umat Muhammad tentang bagaimana kesudahan dari kaum ini. Kaum Nabi Luth as. diluluhlantakkan tanpa ampun setelah peringatan dari Nabi Luth as. dinistakan oleh mereka.
Pada masa kini Allah datangkan penyakit HIV Aids sebagai peringatan. Tren peningkatan ODHA didominasi oleh kaum gay menggeser para pemakai jarum suntik narkoba. Namun, rupanya banyaknya kaum gay yang terjangkit HIV Aids tidak membuat jera. Kaum ini semakin meningkat persentasenya dari waktu ke waktu.
Lindungi Generasi dari Pengaruh LGBT
Setidaknya ada dua hal yang mesti ditempuh agar anak-anak kita di masa depan terlindung dari pengaruh LGBT. Pertama, bekali orang tua dan anak dengan akidah Islam dan tsaqofah Islam agar bertakwa dan berilmu. Saat orang tua bertakwa dan berilmu, mereka akan memahami hak dan kewajiban dirinya juga anak-anaknya. Sehingga dalam keseharian anak, seperti tutur kata, cara berpakaian, cara berjalan, dan lainnya bisa disesuaikan dengan aturan Islam. Dengan begitu fungsi rumah sebagai madrasatul ‘ula bisa berjalan.
Dengan mentaati aturan Islam, tidak akan lagi ditemui laki-laki yang berdandan dan bersikap keperempuan-perempuanan, begitu juga sebaliknya. Masing-masing akan memiliki orientasi seksual yang sesuai fitrah. Sehingga akan tercipta masyarakat yang sehat, yang menyandarkan segala perbuatan dengan Islam. Mereka akan sama-sama mengecam perbuatan ini.
Kedua, negara sebagai institusi penjamin kesejahteraan dan ketentraman rakyat akan berperan dalam upaya-upaya preventif dan kuratif. Negara akan melarang peredaran konten pornografi dan pornoaksi, terlebih konten yang berisikan LGBT di media. Bagi para pelaku akan ada edukasi secara Islam sehingga mereka paham bahwa perbuatannya adalah penyimpangan perilaku dan mau bertobat. Bagi yang menolak tobat maka diberlakukan hukuman mati. Bisa dengan cara dijatuhkan dari bangunan tertinggi. Sedangkan bagi transgender, jika tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama lelaki, atau dengan sesama perempuan, maka dia akan dikenai hukuman ta’zir. Hanya dengan cara Islam, pengaruh buruk LGBT bisa dihentikan penyebarannya. Efek jera akan mencegah yang lain berlaku serupa. Juga akan mencegah para predator mencari mangsa sodomi terutama anak-anak.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]