Belajar dari Kasus Raynhard
Oleh : Ummu Ayyash
(Pemerhati Masalah Generasi, Yogyakarta)
LensaMediaNews – Kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga telah mencoreng nama Indonesia di mata dunia internasional. Tak tanggung-tanggung, Hakim Suzanne Goddard QC menggambarkan terdakwa sebagai “individu yang sangat berbahaya serta tidak akan pernah aman (bagi masyarakat) untuk dilepaskan”. (Republika.co.id, 12/1/2020)
Pengadilan Manchester pun menjatuhkan vonis hukuman kurungan seumur hidup atas 159 pelanggaran seksual terhadap 48 pria. Beberapa aktivis LGBT angkat bicara. Mereka meminta agar publik tanah air tidak “gagal fokus” melihat problem ini.
Masalah kriminal Reynhard adalah pemerkosaan dan kejahatan seksual yang dilakukan kepada korban bukan homoseks. Pemerkosaan karena Reynhard melakukannya tanpa sepengetahuan dan kerelaan dari korban. Dianggap jahat secara seksual karena melakukan pemerkosaan sambil merekam dan mengirim rekaman ke pihak lain.
Jadi para aktivis LGBT meminta agar kasus Reynhard ini tidak menjadi isu yang dibesar-besarkan untuk melarang tindakan seksual kaum homoseks.
Ancaman Global Kaum LGBTS
ejak muncul tahun 1970-an, isu LGBT telah menjadi pro kontra di masyarakat terutama antara kelompok agamawan dan penggiat Hak Asasi Manusia (HAM). Walaupun begitu organisasi LGBT ini tetap eksis karena memiliki dukungan politik dan jaringan global yang kuat.
Organisasi pro LGBT saat ini yang memiliki jaringan global adalah ILGA (Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Interseks Internasional) yang berdiri tahun 1978. Organisasi ini memiliki 1.614 anggota yang berada di 158 negara. Di Indonesia, jaringan ILGA antara lain Arus Pelangi, Gaya Nusantara Foundation, Institusi Pelangi Perempuan dll.
Sampai sekarang keberadaannya masih eksis di tanah air dan mengancam generasi muda akan penyimpangan seksual yang dikampanyekannya.
Pelajaran Berharga Kasus Raynhard
Di dalam Agama Islam, telah jelas dikisahkan di dalam Alquran bagaimana Allah mengazab Kaum Luth karena perbuatan laknat homoseksual yang mereka lakukan. Allah menurunkan tiga adzabnya sekaligus. Pertama terdengar suara yang sangat dahsyat dari langit, kemudian batu-batu panas berjatuhan menimpa apa saja yang ada di dalam kota.
Terakhir seluruh kota dijungkirbalikkan sehingga musnahlah kaum Nabi Luth yang suka berbuat keji tersebut. Allah mengabadikan kisah ini di dalam QS Syu’araa’ 173 yang artinya “dan Kami hujani mereka dengan batu maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.”
Jadi masalahnya bukan karena homoseks tersebut dilakukan atas dasar suka atau tidak suka, dipaksa atau rela tetapi dari asal perbuatannya sendiri sudah merupakan perbuatan laknat yang diharamkan oleh Allah.
Hendaknya kasus Reynhard ini menjadi pertanda bagi kita untuk segera bergerak sebelum penyimpangan seksual tersebut semakin meluas dan mengancam anak-anak kita. Gerakan LGBT ini bisa aman karena didukung dana dan politik dari negara-negara maju yang sekuler dan liberal.
Oleh karena itu, tidak cukup kita menghadapi ancaman ini sebatas menjaga dengan keimanan individu dan ketahanan keluarga saja. Butuh solusi keberadaan institusi kuat yang akan mampu membendung bahkan menghilangkan ancaman LGBT ini. Semua tidak lain hanyalah dengan penerapan syariat kaffah dalam institusi khilafah.
[ln/LM]