Moderasi Islam, Solusi Jalan Tengah yang Tak Sesuai Jalan
Oleh : Henyk Nur Widaryanti, S. Si. M. Si.,
LensaMediaNews— Bagaimana pendapat saudara jika Islam mengikuti zaman? Tentunya akan banyak revisian hukum Islam. Apakah yang terjadi seperti saat ini? Setiap aturan yang dinilai tidak relevan, akan dievaluasi. Kemudian dibuat aturan baru, seperti Undang-Undang Revisi. Kalau hukum Islam dinilai seperti itu, bagaimana jadinya? mungkinkah ada Al Qur’an dan Sunnah edisi revisi?
Belum lama ini, umat Islam kembali digegerkan dengan disampaikannya kesepakatan mempromosikan Islam moderat atau moderasi Islam. Dalam Muktamar Tafsir Nasional 2020 yang diselenggarakan Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Universitas Nurul Jadid (Unuja) Probolinggo itu, Prof. Abdul Mustaqim menyampaikan bahwa negara kita bukanlah negara Islam ataupun sekular. Negeri ini berada di tengah-tengah (moderat). Maka, moderasi Islam itu sangat diperlukan. Agar Islam bisa diterima dari berbagai kalangan.
Masih dalam acara yang sama, Guru Besar Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menawarkan metode tafsir baru. Yaitu Tafsir Maqashidi. “Tafsir maqisidi itu adalah sebuah pendekatan tafsir yang mencoba menengahi dua ketegangan epistimologi tafsir antara yang tekstualis dengan yang liberalis,” ucap Pengasuh Pesantren Lingkar Studi Quran (LSQ) Arrahmah Yogyakarta ini (republika.co.id, 12/1/20).
Tafsir Muqashidi ini sangat diperlukan dalam masa moderasi Islam seperti saat ini. Tafsir ini dinilai dapat mendamaikan perseteruan kaum agamis (fundamentalis) dengan liberalis. Menggunakan tafsir bukan sekadar tekstual, namun juga disesuaikan dengan kontekslualnya. Sesuai dengan perubahan politik, kemanusiaan dan sosial. Bisa dikatakan tafsir ini digunakan untuk mempromosikan Islam moderat.
Bahaya yang Ditimbulkan
Sebagaimana yang kita ketahui, Islam moderat adalah suatu pemahaman yang menyatakan berada di tengah-tengah. Maksudnya sebuah pemahaman diantara pemahaman Islam fundamental dengan liberal. Pemahaman ini lahir setelah peristiwa 9 /11 pengeboman di WTC AS. Saat munculnya istilah “war on terorrism” barulah istilah ini muncul. Suatu penegasan bahwa “Kami bukan teroris”.
Moderasi sendiri diambil dari Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 143. Istilah wasaton dalam ayat inilah yang dimaknai sebagai “tengah-tengah”. Mengambil jalan tengah. Bisa dikatakan mengkompromikan antara Islam kaffah dengan kondisi saat ini.
Oleh karena itu, Tafsir Muqashidi ini dimaksudkan juga untuk menengahi pemahaman Islam (asli) dengan kondisi yang ada sekarang. Agar tidak terjadi pergolakan antara keduanya. Alhasil akan ditemukan penyelesaian jalan tengah. Sebagai contoh, pemahaman tentang sanksi bagi orang-orang yang mencuri, berzina atau membunuh. Dalam tafsir ini, tidak bisa langsung diambil sanksi langsung sesuai teks Al Qur’an. Perlu disesuaikan dengan kondisi zaman.
Jika hal ini dibiarkan, masyarakat akan jauh dari Islam kaffah. Mereka tidak lagi mengenal Islam sebagai sistem kehidupan. Mereka hanya memahami Islam sebagai agama ritual semata. Sebatas ibadah mahdoh. Alhasil pemahaman masyarakat pada Islam yang benar pun mulai kabur. Padahal jelas dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh : 208 memerintahkan untuk berislam secara kaffah.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Kapitalisme Biang Masalah
Sadar atau tidak sadar, munculnya Tafsir Muqadhisi dari moderasi Islam tak lain karena pengaruh kapitalis. Asas kapitalis yang mengajarkan mengambil jalan tengah, sebagaimana proses awal kemunculannya dari perseteruan kaum agama dan intelektual. Jika kita umat Islam memakai ini sebagai solusi permasalahan menyelesaikan perseteruan antara liberal dan agama, sama saja kita mengambil pandangan kapitalis untuk menyelesaikannya. Bukan pandangan Islam.
Jika kita menjadikan Islam sebagai sandaran, kita akan mengetahui bahwa Islam melarang kita mengambil jalan tengah. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyiapkan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu.” (QS An-Nisa’: 150-151)
Maksud dari ayat tersebut “mengambil jalan tengah dari yang demikian” adalah mengkompromikan antara Islam dan kekafiran. Kapitalis jelas merupakan suatu mabda yang memahami aturan dunia adalah hak manusia. Agama tidak boleh mengambil peran mengatur hidup manusia. Ini jelas bertentangan dengan Islam, maka sedikitpun kita tidak boleh mengambilnya sebagai landasan mengambil keputusan. Apalagi hingga akhirnya mencari jalan tengah antara keduanya, dan disesuaikan dengan perubahan waktu dan tempat.
Sudah sepantasnya kita hanya memegang Islam sebagai pandangan hidup. Tidak perlu mencari-cari tafsir baru, yang justru malah menjauhkan umat dari Islam sesungguhnya. Karena Islam itu sesuai dengan segala zaman dan untuk seluruh manusia.
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui”. (QS. as-Saba [34]: 28). Wallahu ‘alam bishowab. [ry/LM]