Menyiapkan Generasi Penakluk Roma

Oleh: Ria Asmara

(Muslimah Peduli Generasi)

 

LensaMediaNews— Pemberian terbaik orang tua terhadap anak adalah dengan memberinya pendidikan terbaik. Inilah yang akan mengantarkan anak-anak menjadi generasi khoiru ummah. Generasi umat terbaik yang Allah SWT sandangkan pada umat Islam.

 

Namun, dalam sistem kapitalis-sekuler saat ini, sangat sulit mempersembahkan pendidikan terbaik untuk para generasi dambaan umat. Debu-debu penerapan sistem kapitalis-sekuler amatlah tebal. Sehingga banyak masalah bermunculan silih berganti dalam dunia pendidikan.

 

Di antara masalah yang penting untuk diperhatikan adalah kualitas pendidikan yang masih sangat rendah. Dalam survei kualitas pendidikan yang dirilis oleh PISA, pada Selasa (3/12/2019) di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara.

 

Survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains. (detikNews.com, 6/12/2019)

 

Selain itu, jika melihat kualitas dari sisi akhlak. Degradasi moral generasi muda dari tahun ke tahun semakin parah, termasuk di dalamnya adalah pelajar. Mereka telah dirasuki paham kebebasan, kehilangan rasa hormat terhadap orang tua dan guru, terjerat narkoba.

 

Tak hanya itu, mereka pun tenggelam dalam dunia prostitusi, menjadi pelaku kriminal, kecanduan game online, terjerumus seks bebas, hingga hamil di luar nikah, lalu aborsi. Dan masih banyak lagi degradasi moral yang lainnya yang begitu miris dan memilukan.

 

Sebut saja kasus Reynhard Sinaga, WNI asal Jambi yang saat ini tinggal di Manchester City. Dia adalah sosok pemuda yang dianggap cerdas, memiliki dua gelar master dari universitas di Inggris. Beberapa hari terakhir ini, namanya menghebohkan dunia maya.

 

Dia disebut-sebut sebagai predator dan pemerkosa terbesar dalam sejarah Inggris. Pasalnya, dia terlibat dalam kasus pemerkosaan 159 orang, dengan korban sesama sejenis. Menjijikkan.

 

Kasus ini menambah deretan permasalahan dunia pendidikan di negeri ini. Reyhard Sinaga adalah output dari sistem pendidikan yang bersandar pada kapitalisme-sekuler. Sistem yang telah mengesampingkan agama dalam pengelolaannya. Di mana pendidikan ditujukan guna memenuhi pasar kerja dengan orientasi keuntungan materi semata.

 

Pendidikan kapitalistik ini melahirkan orang-orang yang hebat dalam hal teknis dan penguasaan teknologi. Namun miskin adab. Bahkan kadang mematikan hati. Juga melahirkan manusia yang individualis, tidak peka terhadap orang lain. Mudah stres. Dan bisa melakukan apapun demi keuntungan pribadi. Maka tidak heran jika korupsi begitu subur di negeri ini.

 

Model pendidikan seperti ini adalah model pendidikan yang diusung oleh Barat. Model pendidikan yang tidak akan mampu melahirkan generasi layaknya Muhammad Al Fatih. Dan ini menjadi PR besar kaum muslim. Karena saat ini, kaum muslim harus menyiapkan generasi Al Fatih kedua, yaitu generasi penakluk Roma.

 

Lantas apa yang harus kita lakukan? Jika kita ingin memiliki generasi seperti Muhammad Al Fatih, maka kita harus menengok bagaimana Muhammad Al Fatih dididik. Metode apa yang digunakan, sehingga Al Fatih memiliki kepribadian yang istimewa, keahlian yang banyak dan ketakwaan individu yang luar biasa

 

Sejarah mengisahkan bahwa, proses pendidikan Muhammad Al Fatih tidak terlepas dari peran orang tua dan gurunya. Ayahnya, Sultan Murad II begitu serius memperhatikan pendidikan puteranya.

 

Beliau meminta para ulama terbaik dari berbagai disiplin ilmu untuk mengajari Al Fatih, mulai dari seni perang praktis, militer, astronomi, fisika, matematika dan ilmu lainnya. Di tangan guru terbaik, Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani, Al Fatih mampu menghafal Alquran di usia 8 tahun.

 

Al Fatih juga dididik oleh Syaikh Aaq Syamsuddin, ulama terpelajar yang menguasai berbagai ilmu dalam waktu bersamaan. Beliau yang membentuk mental seorang penakluk pada diri Al Fatih. Beliau juga yang meyakinkan Al Fatih bahwa dirinyalah yang dimaksud sebagai ‘pemimpin terbaik’ dalam hadits penaklukan Konstantinopel.

 

Selain itu, Sultan Murad II juga mendidik Al Fatih dengan praktik langsung di lapangan. Saat usia Al Fatih belum genap 10 tahun, ia sudah diperkenalkan tentang bagaimana berjalannya pemerintahan. Saat itu ayahnya menjadikannya penguasa Amasya, dilanjutkan dengan Manisa dan kemudian menjadi Sultan Utsmani pada usia 14 tahun. Mengagumkan.

 

Muhammad Alfatih dibesarkan disaat Islam dalam puncak kejayaan. Saat itu, khilafah menjalankan sistem Islam secara sempurna. Pendidikan didukung oleh sistem ekonomi, sosial, hukum, dan pemerintahan yang bersandar pada Islam.

 

Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Bahkan Barat berutang besar terhadap dunia Islam dalam upaya mengembangkan teknologi. Sedangkan saat ini, pendidikan berhasil mencetak manusia siap kerja namun tidak dibarengi dengan pembinaan akidah, akhlak, dan pemahaman (tsaqafah) yang benar.

 

Jika saat ini kaum muslim merindukan generasi khoiru ummah. Generasi terbaik yaitu generasi yang akan mampu menjemput bisyarah Rasulullah saw. Sebab menaklukkan Kota Roma,tidak akan bisa jika hanya bertahan dalam sistem kapitalis-sekuler yang mencengkeram saat ini.

 

Untuk itu, saatnya kembali pada sistem pendidikan Islam. Hal ini hanya akan terwujud dengan kemauan politik (political will) negara untuk kembali menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Wallahu a’lam bishawab. [LN/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis