Kemaksiatan Generasi Merajalela, Apa Penyebabnya?

Oleh: Indriyatul Munawaroh
(Praktisi Pendidikan)

 

LensaMediaNews – Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Di masa ini sering dikaitkan dengan masa pencarian jati diri karena remaja akan berusaha menemukan dan menanyakan identitas dirinya. Teman dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses pencarian jati diri ini. Maka tak ayal banyak remaja yang justru terjerembab pada kondisi yang buruk karena salah memilih pergaulan. Sebagaimana yang marak terjadi di Jawa Timur yang dilansir oleh detiknews.com (10/10/19), sebanyak 65 remaja terpapar geng Jawara dan All Star. Fenomena kenakalan remaja di Kota Surabaya ini menjadi perhatian khusus Pemkot Surabaya dan Polrestabes Surabaya.

Selain itu karena kecanduan HP, seorang ibu lalai dalam mendidik anak dan mengurus rumah tangganya. Anak yang awalnya dikenal alim rajin mengaji, suka ikut forum keagamaan menjadi salah pergaulan. Ia terjerumus ikut-ikutan teman keluyuran dan mabuk-mabukan. Yang pada akhirnya Rumah Tangga harus bubar (Radar Surabaya, 12/10/19).

Yang lebih mengenaskan lagi, seorang remaja putri berusia 14 tahun di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim), disekap dan dijadikan budak seks selama dua tahun. Pelaku selalu mengancam akan membunuh korban bila dia bercerita ke orang-orang. Mirisnya, hal ini sudah terjadi sejak remaja tersebut masih di bangku sekolah dasar (okezone.com, 08/10/19).

Peristiwa di atas hanyalah beberapa borok di dunia remaja. Maraknya kenakalan yang dilakukan oleh remaja menunjukkan degradasi moral pada masyarakat semakin tinggi. Remaja yang memang cenderung mempunyai rasa ingin tahu, pasti akan mencari hal-hal yang dianggap mewakili perasaannya. Rasa ingin tahu inilah yang pada sistem saat ini di arahkan pada hal yang negatif.

Tontonan yang menjadi tuntunan bukanlah hal biasa. Tontonan yang disuguhkan oleh media mainstream dan sosial media sangat beragam. Mulai dari hal yang bisa memberikan edukasi sampai pada lifestyle kebablasan yang justru memporak-porandakan kehidupan sosial masyarakat. Tengok saja bagaimana konten YouTube yang digemari masyarakat adalah hal berbau kesenangan semata tanpa menimbang baik dan buruknya. Asalkan menghibur maka tak ada salahnya mengikuti dan dilihat. Mungkin inilah pikiran masyarakat dan remaja yang mulai jenuh dengan kondisi negeri Indonesia.

Kondisi ini lahir dari sistem sekuler yang menghalalkan kebebasan berekspresi tanpa dipandu oleh aturan yang benar. Asal tidak merugikan orang lain dan memberi keuntungan tinggi, justru menjadi patokan kehalalan beraktivitas. Jika hal ini dibiarkan tanpa mencari tahu permasalahan pokok pada remaja, maka generasi penerus negeri akan terancam.

Bagaimana tidak, propaganda kemaksiatan bertebaran di mana-mana. Pacaran dianggap sebagai lifestyle yang wajib dilaksanakan sedangkan yang tidak pacaran dianggap cupu dan ketinggalan zaman. Urgensinya umat membutuhkan sistem yang bisa menjamin penjagaan akhlak generasi. Sitem yang bisa mencegah konten-konten negatif dan mampu menyediakan konten edukatif dengan memberikan tontonan yang bisa menjadi tuntunan baik pada remaja dan masyarakat. Sistem yang memiliki standar jelas berdasarkan halal dan haram bukan keuntungan semata.

Sistem ideal yang bisa mewujudkan generasi yang berakhlak mulia ini adalah sistem Islam. Sistem yang mempunyai konsep penegakkan tiga pilar untuk membangun masyarakat yang idealis. Tiga pilar tersebut adalah keluarga, masyarakat, dan negara. Ketiga pilar ini harus memiliki sinergitas yang baik. Keluarga sebagai wadah tumbuh kembang anak harus berperan memberikan pendidikan dini dengan mendekatkan diri pada Allah SWT. Menciptakan suasana keimanan dan ketakwaan sebagai bekal ketika remaja dan dewasa nanti. Sehingga seseorang akan mempunyai patokan khusus dalam melakukan aktivitas.

Pilar masyarakat pun juga tidak kalah penting. Dalam masyarakat inilah edukasi amar ma’ruf nahi munkar akan sangat efektif. Masyarakat harus peduli dengan lingkungan sekitarnya. Jika terjadi hal-hal yang buruk maka harus saling mengingatkan dengan standar baik buruknya dari Islam.

Pilar negara justru mempunyai peran yang tidak paling sentral. Karena negara adalah institusi yang bisa membentuk masyarkat melalui aturan-aturan yang diterapkan. Jika aturan yang diterapkan adalah aturan sekuler, maka tentu akan menghasilkan generasi yang sekuler dan jauh dari akhlak terpuji. Dan justru akan cenderung berlaku bebas. Negara haruslah menerapkan aturan Islam yang mempunyai aturan yang jelas dan benar yang berasal dari sang Pencipta. Aturan yang bisa memproteksi masyarakat dari konten-konten negatif perusak akhlak. Aturan yang mampu membentuk ketakwaan pada Allah di manapun berada.

Sinergi ketiga pilar inilah yang kelak akan menyelamatkan masyarakat, khususnya remaja. Dan yang paling penting adalah asas pembangun pilar harus didasarkan pada aturan Ilahi.

Wallahu a’lam biashowab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis