Menelaah Disahkannya Pembatasan Undang-Undang Usia Pernikahan
Oleh: Puji Ariyanti
(Ibu dan Pemerhati Generasi)
LensaMediaNews- Hal yang menggembirakan bagi kaum sepilis jika pada akhirnya DPR menyetujui usulan pemerintah bagi usia pernikahan perempuan 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal inipun dilanjutkan ke tingkat pengesahan.
Demikian juga Partai Solidaritas Indonesia [PSI] yang digawangi Grace Natali merupakan corong sekuler. Pada kampanye politiknya beberapa waktu yang lalu mereka juga bersikap menolak poligami serta perda-perda berlandas agama (Islam).
Partai Solidaritas Indonesia [PSI] mengapresiasi DPR yang menyetujui usulan pemerintah soal perubahan batas usia minimal perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun dan akan dilanjutkan ke tingkat pengesahan. (Jakarta, Beritasatu.com 14/9/’19)
Rapat Kerja Badan Legislatif [Baleg] dan Panitia Kerja [Panja] DPR bersama pemerintah telah mencapai kata sepakat dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu pasal yang direvisi adalah pasal 7 ayat 1.
Dengan demikian, batas usia minimal perkawinan bagi perempuan akan sama dengan laki-laki, yakni 19 tahun.(14/9/’19)
Praktik-praktik pelarangan terhadap hukum- hukum Allah kerap dilakukan oleh kaum sekuler. Mereka menginginkan syariat Islam sebagai hukum tertinggi Allah SWT tercerabut dari akarnya satu persatu. Yang demikian adalah tujuan utamanya.
Sikap-sikap penolakan terhadap Syariat tentu saja ada tujuan yang diembannya. Salah satunya bersikeras merevisi UU usia perkawinan. Ternyata hal ini tidak lepas dari agenda pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals] 2030 seperti yang diinginkan kaum liberal.
Sustainable Development Goals (SDGs) ini tentu saja di gawangi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang dicanangkan pada tanggal 25 September 2015. (OJK.go.id 30/3/17)
Jika pada akhirnya pemerintah menyetujui merevisi UU usia pernikahan 16 tahun menjadi 19 tahun itu semua disebabkan Sustainable Development Goals (SDGs) 2015 mengalami kegagalan, juga lamban dalam menangani kesetaraan gender ([pkbi.or.id 6/11/17).
Jika pernikahan usia dini menyebabkan terjadinya KDRT, itu adalah ilusi. KDRT juga sering terjadi dalam rumah tangga dengan usia yang telah matang. Sebenarnya penyebab utama KDRT lebih dominan pada faktor ekonomi, karena kebijakan ekonomi pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Sehingga mempengaruhi pendapatan yang diterima masyarakat.
Dalam Islam tidak ditentukan umur tertentu untuk pernikahan, apakah bagi suami ataupun istri. Yang disebutkan hanyalah ukuran kemampuan menikah dalam menanggung beban setelah berumah tangga. Yaitu siap menjalankan kewajiban, baik sebagai suami maupun istri, dan itu pun bukan pada kemampuan secara materi. Terkait batasan usia, bergantung pada kondisi masing-masing individu dan hal tersebut tidak bisa disamakan.
Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud. Rosulullah bersabda:
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq ‘alayhi)
Sejatinya tujuan pernikahan di dalam Islam adalah memberikan ketentraman suami terhadap istrinya dan memberikan ketentraman istri terhadap suaminya. Oleh karena itu pernikahan di dalam islam justru mencegah KDRT dan mengokohkan fungsi keluarga muslim.
Apalagi kehidupan sosial saat ini didominasi budaya sekuler liberal, dimana pergaulan bebas dan rangsangan-rangsangan seksual melalui pornografi dan pornoaksi sudah demikian merebak tak terkecuali di kalangan ABG dan remaja di bawah usia 18 tahun. Hal yang demikian dapat menggiring masyarakat dalam seks bebas.
Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu menikah dini merupakan jalan untuk tetap menjaga kesucian dirinya dari hal yang berbau perzinaan.
Wallahu’alam bishowab
[LS/Ry]