Islamophobia, Haji Tak Lagi Ibadah

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Komunitas Menulis Revowriter)

 

LensaMediaNews- Ibadah haji adalah salah satu syariat Allah yang tidak dihapus sejak disyariatkan pertama kali kepada Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW kemudian menyempurnakannya setelah diselewengkan oleh kaum Pagan di Mekkah. Seiring dengan waktu, sungguh miris bagaimana kaum muslim memandang syariat ini.

Kementerian Agama melarang pengibaran bendera selain bendera Indonesia selama jamaah berada di tenda Arafah dan Mina. Karena, haji adalah misi bangsa dan negara. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Nizar Ali saat meninjau persiapan tenda di Arafah juga menegaskan, pemerintah melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi melarang atribut dan bendera selain Indonesia. “Yang ada nanti adalah penomoran tenda dari kloter mana dan embarkasi mana,” kata Nizar (Antaranews.com, 27/7/2019).

Ibadah Haji disyariatkan karena Allah menghendaki demikian. Sesuai dengan firman Allah SWT. Kewajiban Haji dalam Al Quran adalah sebagai berikut:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran: 97).

Ibadah Haji juga mengandung filosofi yang sangat dalam. Yaitu manifestasi persatuan dan kesatuan kaum Muslimin. Tak ada perbedaan ras, suku, bahasa, budaya, adat istiadat dan warna kulit. Semua tunduk pada akidah yang sama yaitu Laa Ilaaha Ilallah, tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya, apapun keadaan seseorang di negeri asalnya, ketika mereka telah memenuhi panggilan Allah untuk berhaji dan dimampukan, mereka dalam balutan kain ihram yang sama.

Tanpa jahitan dan tanpa model apalagi atribut duniawi. Semua tunduk melakukan setiap rukun dan syaratnya tanpa protes. Bahkan seringkali para jemaah haji atau umroh, begitu pulang ke tanah air selalu menginginkan kembali ke Mekkah al Mukaramah, menikmati suasana ibadah yang dalam. Seakan kematian begitu dekat dan dunia menjauh.

Jelas pernyataan menteri agama adalah pembelokan makna syariat. Tak ada misi bangsa dan negara. Karena secara gamblang Allah menyatakan ibadah Haji ini untuk Allah. Bukan untuk manusia. Pelarangan pengibaran bendera selain merah putih, jelas mengunggulkan Nasionalisme di atas ukhuwah Islamiyah. Karena Rasulullah sekalipun beliau adalah asli Quraisy tak pernah sekalipun mengibarkan bendera kaumnya.

Mengapa mereka yang notabene penguasa muslim sama sekali tak menunjukkan identitas asli mereka? padahal Allah menuntut setiap orang yang beriman kepada Allah untuk menunjukkan keIslamannya. Sebagaimana firman Allah berikut ini:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS Al-Ahzab: 36)

Inilah bukti adanya Islamophobia yang ingin diarahkan untuk memojokkan Islam. Agar Islam tampak buruk, penyebab terpecah belahnya suatu kaum. Padahal selama ini tak ada bukti yang nyata Ukhuwah Islamiyah memecah belah bangsa. Bendera memang hanyalah simbol, namun ia membawa tsaqofah dan beradaban sebuah ideologi yang dianut sebuah negara. Ukhuwah Islamiyah di atas segalanya. Ialah bukti kekuatan kaum Muslimin. Bersatu dalam satu akidah di bawah pimpinan seorang Khalifah.

Bukankah lebih baik jika perhatian diarahkan kepada perubahan pelayanan haji yang lebih baik? Sejarah menuliskan dengan cemerlang, bagaimana setelah Dinasti Utsmani berkuasa, Sultan Kekaisaran Utsmaniyah mengkhawatirkan pengelolaan program haji, dan mengalokasikan anggaran tahunan untuk pengaturannya.

Selama periode ini, Damaskus dan Kairo masih menjadi poin utama dari mana kafilah utama haji akan berangkat dan kembali. Kafilah ini termasuk ribuan unta untuk membawa peziarah, pedagang, barang, bahan makanan, dan air. Banyak orang juga melakukan perjalanan ziarah mereka dengan berjalan kaki. Para penguasa akan memasok kekuatan militer yang diperlukan untuk menjamin keamanan kafilah haji.

Komandan kafilah yang berangkat dari Kairo dan Damaskus ditunjuk oleh Daulah dan dikenal sebagai Amir al-Haji. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi peziarah kafilah tersebut, dan mengamankan dana dan persediaan untuk perjalanan tersebut. Ahli bedah dan dokter juga dikirim dengan kafilah Suriah menjadi dokter para peziarah bebas biaya. Selama periode ini, sekitar 20.000 sampai 60.000 orang melakukan ziarah mereka setiap tahunnya.

Kita hidup di era Sekulerisme, lahir dari rahim para kufar, pembenci Islam. Akankah kita berdiam diri? kita harus menghalau Islamophobia enyah dari bumi Allah, karena secara fitrah, kemenangan itu hanya untuk mereka yang yakin dan berjuang bukan mereka yang pecundang.

Wallahu a’lam biashowab.

 

[LS/Ln]

Please follow and like us:

Tentang Penulis