Meniadakan Pendidikan Agama adalah Jalan Rusaknya Generasi Bangsa
Oleh: Hamsina Halisi Alfatih
LensaMediaNews- Pernyataan Setyono Djuandi Darmono terkait wacana dihapuskannya pendidikan agama di sekolah menjadi viral, hal ini diungkapkannya sebagai bentuk pencegahan radikalisme diantara siswa-siswi di sekolah. Berita ini dilansir oleh fajar.co.id (04/07/2019) di Jakarta sesaat setelah beliau menggelar acara bedah bukunya berjudul “Bringing Civilization Together”. Menurutnya, agama sebaiknya diajarkan oleh orang tua dirumah atau diajarkan oleh guru agama diluar sekolah. Menyikapi pernyataan Darmono tersebut, tentu hal ini bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yakni sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, meskipun tidak diketahui pernyataannya tersebut tentang penghapusan mata pelajaran agama apa, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan yang dimaksud ialah pendidikan agama Islam atau juga seluruh pelajaran agama lainnya. Berkaca dari negeri-negeri sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) sekalipun, seperti Inggris, bahkan sama sekali tidak meniadakan pendidikan agama.
Sebab, bagaimanapun juga agama sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang, terkecuali bagi mereka yang berpaham sosialisme-komunisme. Oleh karena itu, jika wacana ini benar diindahkan oleh Presiden Joko Widodo maka bisa dipastikan bagaimana nasib anak bangsa kita. Sebab, tanpa dihapuskannya pendidikan agama di sekolah pun, akhlak serta budi pekerti anak didik kita masih sangat jauh dari yang diharapkan, tidak sesuai dengan pemahaman akidah yang sebenarnya.
Lihatlah bagaimana fenomena generasi sekarang yang berada di ambang ancaman dekadensi moral dengan merajalalelanya tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti terjerat narkoba, tawuran, pergaulan bebas, tindakan kekerasan, dan perbuatan kriminal lainnya. Jelas fenomena ini sangat mengkhawatirkan, karena dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan apabila generasi mudanya tak dapat diandalkan. Terlebih lagi jika dihapuskannya pendidikan agama sebagai cara mengenalkan anak didik terhadap agama dan akhlak yang baik.
Maka sebagai seorang praktisi pendidikan, Sutyono Djuandi Darmono seharusnya paham bahwa pendidikan agama sangat berperan penting dalam membentuk moral serta budi pekerti para siswa bukan malah mewacanakan untuk menghapusnya dengan alasan radikalisme. Karena hal ini tidak hanya bertentangan dengan pancasila tetapi juga dengan undang-undang Pasal 12 ayat (1) huruf a UU Sisdiknas yang menyebutkan anak didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Meniadakan pendidikan agama, sejatinya ialah menjauhkan eksistensi keagamaan dalam kehidupan manusia dan potensi itu sudah Allah berikan kepada manusia berupa naluri mensucikan sesuatu yang jika dijalankan sesuai dengan fitrahnya maka akan menimbulkan ketenangan. Namun, jika tidak maka akan menjadi keresahan bagi mereka yang secara terang-terangan menolak keberadaan agama meskipun itu dalam perihal pendidikan.
Sebagaimana contoh, kondisi umat Muslim di Uyghur, yang disiksa oleh pemerintah Cina, mereka tidak diperkenankan untuk beribadah, berpuasa, mempelajari Alquran, menggunakan nama-nama Islam, serta tidak diperbolehkan menggunakan atribut yang berasal dari Islam. Dan faktanya sekarang bangsa ini memang sedang dikuasai oleh kapitalis Cina yang kapan saja bisa mengubah bangsa ini menjadi negara komunis.
Karenanya, untuk mencegah ketiadaan pendidikan agama di negeri ini dibutuhkannya sebuah sistem yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan serta mencegah paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, yaitu Islam. Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan mutu serta kualitas pendidikan, baik pendidikan agama maupun dalam bidang ekonomi, politik, sejarah, teknologi dan sains. Bagaimana ketika Islam melahirkan ilmuan-ilmuan ternama seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu al-Nafis, Jabir Ibn- Hayyan, Al-Khawarizmi yang memiliki kepandaian tak hanya di bidang fiqih saja tetapi mereka juga menguasai ilmu kedokteran, matematika dan lainnya.
Menjadi PR besar umat Islam hari ini, untuk mengembalikan Islam sebagai aturan hidup dalam kehidupan, berbangsa dan bernegara. Amatlah penting untuk menjaga eksistensi dunia pendidikan dari paham sekulerisme dan kemampuannya mencetak generasi agent of change yang berakhlaqul karimah.
Wallahu a’lam bish-showab.
[LS/Ry]