Nyaman Berpuasa dan Puasa di Yaman
Oleh: Syarifah Ashilah
Ramadan adalah bulan mulia dan kental akan suasana ketakwaan. Lantunan ayat suci yang bersahut-sahutan menambah keberkahan bulan suci ini. Konten religius mendominasi berbagai acara televisi. Suasana nyaman untuk beribadah begitu kata yang pas untuk menggambarkan suasana bulan ini.
Setiap Individu tak mau ketinggalan memanfaatkan momentum yang di dalamnya setiap kebajikan akan diberikan kucuran pahala yang tak sedikit. Mesjid tak jarang banjir makanan. Pun dengan perusahaan, saat Ramadan tiba omset penjualan mereka naik. Pedagang kecil pun kecipratan rejeki. Terutama pedagang kuliner. Jejeran kue dan es sepanjang jalan menjadi pemandangan yang lumrah saat Ramadhan tiba.
Walau tak jarang pedagang kue membuang barang dagangan mereka karena tak laku. Pembeli pun melakukan hal yang sama. Lapar mata membuat kalap saat membeli dan menyiapkan menu buka puasa. Dan saat buka bersama di pusat-pusat perbelanjaan dan restoran orang-orang memesan terlalu banyak, tapi tak bisa menghabiskannya. Menyumbang jumlah sampah yang di hasilkan.
Bayangkan saja data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Kota Depok mencatat ada penambahan jumlah sampah sebanyak 211 ton setiap hari saat memasuki bulan Ramadhan (kompas.com, 15/05/19). Data tahun 2016 dari Economist Intelligence Unit (EIU), foodsustainability.eiu.com, mengatakan, setiap orang Indonesia bisa menghasilkan sampah makanan hingga 300 kg per tahun. Angka ini cukup memprihatinkan.
Namun negara Jazirah Arab di Asia barat daya, bagian dari timur tengah yaitu Yaman. Ada sebanyak 85.000 balita di Yaman meninggal dunia akibat kelaparan dan penyakit (kompas.com ,14/11/18). Empat belas juta warga Yaman, atau separuh populasi negeri itu terancam kelaparan. Tak adanya kekuatan membuat mereka tak lagi dapat menangis.
Amerika dan Inggris di balik penderitaan ini. Menggunakan rezim boneka sebagai alat untuk melancarkan aksinya. Berburu pengaruh politik dan sumber daya alam. Yaman merupakan mata rantai penting bagi pengiriman minyak dunia. Maka Yaman menjadi rebutan negara-negara imperialis barat.
Demokrasi, HAM, kebebasan, hukum adalah omong kosong. Betapa negara barat acuh dengan kematian, kehancuran, kelaparan dan penderitaan yang mereka alami. Media internasional menyembunyikan kebusukan mereka dengan dalih perang saudara katanya.
Kaum muslim kini benar-benar butuh pelindung sehingga tak menjadi santapan kafir penjajah. Bukan tak mungkin negeri kita akan merasakan hal yang sama, melihat kondisi Indonesia sedang terlilit hutang hingga 5000 triliun lebih. Dan di bawah cengkeraman asing dan aseng.
Kaum muslim ibarat kehilangan induknya berlari kesana-kemari memohon perlindungan dan mengemis bantuan. Saatnya Ramadan ini kita jadikan bulan perjuangan. Berjuang berlepaskan diri dari sekularisme dan kapitalisme yang merupakan akar masalah dari problematika kehidupan manusia saat ini.
Menjadikan Islam tidak hanya agama ritual tapi sebuah pandangan hidup (mabda). Yang mana di dalamnya Islam juga mengatur sistem politik, pemerintahan dan ekonomi. Sehingga dapat terlepas dari hegemoni barat. Khalifah akan mempersatukan negeri-negeri muslim di bawah satu kepemimpinan yaitu khilafah. [RA/WuD]