Ramadan: Momentum Terangi Fitrah Dengan Islam

Oleh: Arin RM, S.Si

(Freelance Author, Pegiat TSC)

 

LenSaMediaNews– Salah satu keistimewaan Ramadan adalah dibukanya kesempatan mendapat ampunan dariNya. Rasulullah bersabda: “Barang siapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Allah Swt. mengampuni dosa dan seakan menjadikan pelaksana puasa bebas dosa seperti ketika dilahirkan. Suci, tidak terlumuri oleh dosa dan lahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Nabi: “Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim).

Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap orang yang berpuasa selama bulan Ramadan akan kembali pada fitrahnya. Menurut Ibn Abdil Bar dan Ibn Athiyah tatkala menjelaskan TQS Ar-Ruum ayat 30, fitrah Allah itu adalah ciptaan dan bentuk atau karakter yang Allah ciptakan dalam diri manusia, yang telah disediakan dan disiapkan sehingga dengannya manusia bisa mengidentifikasi dan membedakan berbagai ciptaan Allah, yang kemudian ia jadikan sebagai dalil untuk mengetahui eksistensi dan mengimani Allah serta mengetahui syariat-Nya.

Menurut Ibn Katsir, fitrah itu tidak lain adalah karakteristik penciptaan manusia dan potensi kemanusiaan yang siap untuk menerima agama. Oleh karena itu, Imam Zamakhsyari mengatakan, fitrah itu menjadikan manusia siap sedia setiap saat menerima kebenaran dengan penuh sukarela, tanpa paksaan, alami, wajar, dan tanpa beban. Seandainya setan jin dan setan manusia ditiadakan, niscaya manusia hanya akan memilih kebenaran itu (Al-Fâ’iq, III/128).

Dengan demikian, tepat kiranya apabila menjadikan Ramadan ini momentum untuk menerangi kembali hakikat fitrah dengan syariah. Sebab, pada dasarnya menjalani hidup sesuai fitrah tidak lain adalah dengan menjalankan perintah Allah tersebut. Sedangkan menetapi fitrah bermakna menetapi karakteristik penciptaan manusia dan potensi insaniah untuk siap menerima kebenaran.

Tidak ada kebenaran mutlak selain kebenaran wahyu yang diformulasikan dalam aturan Islam. Jadi, mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap menerima kebenaran adalah dengan menerima semua kebenaran ajaran Islam itu sendiri. Untuk kemudian menjadikannya aturan dalam aspek ritual ataupun aktivitas keseharian.

Puasa Ramadan dan serangkaian aktivitas Ramadan sebenarnya telah mengkondisikan dan melatih kita menyadari dan memahami fitrah kita. Kita sudah dikondisikan dan dilatih untuk menetapi fitrah. Ramadan itu telah menjadi riyâdhah badaniyah sekaligus riyâdhah bâtiniyah yang mengharuskan seorang Muslim lebih merasakan dan memahami fitrahnya. Fitrah itu akan berkembang, menjadikan dirinya selalu siap menerima kebenaran.

Puasa akan menjadikan ia lebih merasakan dan memahami dirinya sebagai makhluk yang diliputi keserbalemahan dan keterbatasan. Dengan begitu ia akan lebih merasa membutuhkan Pencipta, membutuhkan petunjuk dari-Nya.

Fitrah pada akhirnya akan mengharuskan manusia hanya menerima agama, ideologi, dan sistem hidup yang memang sesuai dengannya. Fitrah manusia mengharuskan untuk menolak dan membuang agama, ideologi, dan sistem hidup yang mengesampingkan fitrah atau bertentangan dengan fitrah.

Di dunia ini hanya Islamlah agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Agama dan ideologi selain Islam hanya membahas aspek spiritual dan hubungan manusia dengan Tuhan dalam bentuk ritual penyembahan. Fitrah manusia tidak bisa menerima sekadar hal ini. Sebab, jika begitu, agama-agama itu hanya memperhatikan satu aspek fitrah saja dan mengabaikan fitrah manusia lainnya. Padahal aspek fitrah lainnya itu pemenuhannya juga menuntut adanya aturan.

Agama-agama selain Islam yang notabene hanya mengatur aspek spiritual dan ritual penyembahan itu realitanya tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian, fitrah tidak bisa menerima agama yang bersifat demikian. Di sisi lain, ideologi selain Islam, yaitu Sosialisme dan Kapitalisme, juga tidak bisa diterima oleh fitrah.

Sosialisme menafikan adanya Sang Pencipta. Ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Begitu pula Kapitalisme, meski mengakui adanya Tuhan, pengakuannya bersifat semu, Kapitalisme menafikan peran Tuhan dalam masalah dunia. Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia dalam keberadaannya yang serba lemah dan memerlukan aturan dari Tuhan untuk semua aspek fitrahnya.

Jadi, hanya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah hanya bisa menerima aturan yang sesuai dengannya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan cahaya yang selaras fitrah, mengharuskan kita hanya menerima Islam dan menolak semua agama dan ideologi selain Islam. Sebab, hanya Islam yang sesuai dengan fitrah dan hanya Islam-lah agama yang benar.

[Lm/Hw/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis