Intervensi Asing di Balik KKB

Oleh: Ita Mumtaz

 

Lensa Media News – Penyerangan brutal kembali dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Kali ini salah satu puskesmas di daerah Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang yang  menjadi target kejahatan kemanusiaan. Akibat dari serangan ini sekitar sepuluh orang nakes menjadi korban. Salah satunya adalah seorang perawat bernama Gabriella Meilan yang ditemukan tewas akibat terjatuh ke dalam jurang. Jenazah Gabriella baru berhasil dievakuasi pada hari Jumat (17/09) karena medan yang sulit. (cnnindonesia.com, 20/09/2021)

Pemukiman warga selalu menjadi sasaran teroris KKB. Bahkan kali ini tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan dalam membantu masyarakat yang sakit menjadi sasaran kebiadaban mereka saat bertugas. Selain itu mereka juga membakar fasilitas umum di Kiwirok.

Ketua MPR, Bambang Soesatyo meminta aparat segera menindak tegas KKB di Papua. Menurutnya, keselamatan warga lebih utama. Hal ini selaras dengan tuntutan ratusan tenaga kesehatan yang sempat berunjuk rasa Sabtu lalu (17/09). Mereka meminta jaminan keselamatan saat bertugas di Papua.

 

Latar Belakang Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua

Sebelum ada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), nama Organisasi Papua Merdeka seringkali didengar beraksi dalam rangka memisahkan diri dari wilayah kesatuan NKRI. Organisasi ini terbentuk pada tahun 1965 sebagai reaksi dari sikap tidak puas sebagian rakyat Papua atas keputusan Perjanjian New York yang disepakati pada tanggal 15 Agustus 1962 antara Belanda dan Indonesia. Apa yang mereka sepakati sama sekali tidak melibatkan rakyat Papua dan Papua Barat.

Melalui perjanjian ini, Belanda melakukan pengalihan administrasi di Papua Barat (Irian Barat) kepada UNTEA pada tanggal 10 Oktober 1962. Selanjutnya, pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan Irian Barat ke Indonesia.

Keputusan ini menimbulkan banyak konflik serta pro kontra dari rakyat Irian Barat. Mereka merasa tidak dianggap sebagai warga negara, karena seharusnya rakyat Irian Barat turut hadir dalam kesepakatan dan perjanjian yang dilakukan karena menyangkut tanah air mereka.

Maka lahirlah Organisasi Papua Merdeka (OPM) demi memisahkan diri dari NKRI, serta menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Menurut mereka pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan modernitas akan menghambat perjuangan rakyat Papua untuk merdeka. Sejak saat itu OPM seringkali melancarkan serangannya di wilayah Papua Barat dengan tuntutan memisahkan diri dari wliayah NKRI.

OPM akan terus melancarkan serangannya dan warga selalu menjadi korban. Asing pun turut mendukung dan melakukan banyak intervensi. Karena begitulah watak negara kapitalisme. Begitu liciknya, pura-pura hadir memberi solusi, padahal ada niat meraup keuntungan. Upaya pembelaan selalu dikesankan dalam rangka mengambil hati rakyat Papua. Mereka telah lama mengincar sumber daya alam dan kekayaan di bumi Papua yang nantinya bisa dikeruk lebih leluasa ketika Papua sudah “merdeka” dari Indonesia.

Negara Kapitalisme akan selalu berupaya agar negeri-negeri Islam terpecah belah. Dengan begitu penjajahan lebih mudah dilakukan. Sejengkal demi sejengkal tanah-tanah kaum muslimin akan dikuasainya. Mereka siap menancapkan kuku-kukunya di negeri muslim yang menyimpan kekayaan alam, maka tak heran jika begitu antusias mendukung setiap aksi OPM. Tapi nampaknya rakyat Papua tidak menyadari bahaya ini.

 

Pentingnya Peran Negara

Sebenarnya apa yang dilakukan OPM termasuk pemberontakan, mengancam persatuan bangsa karena mereka nyata-nyata ingin memisahkan diri dari NKRI. Mereka memiliki senjata dan kekuatan untuk memberontak negara dan menampakkan perlawanannya melalui pernyataan perang terhadap negara.

Negara harus bertindak tegas dalam hal ini. Mestinya harus diupayakan perundingan bersama, terkait keinginan rakyat kepada negara. Jika memang ada kepentingan rakyat yang belum bisa dipenuhi penguasa, maka penguasa harus menyampaikan secara transparan apa saja yang menjadi kendala bersama.

Apalagi jika ternyata ada kezaliman penguasa yang dilakukan terhadap rakyat, maka negara harus meminta maaf dan melakukan evaluasi serta lebih memperhatikan keluhan atau kebutuhan rakyat yang belum terealisasi. Sebagaimana apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Umar r.a. Beliau berkata bahwa Rasulullah, Saw. telah bersabda, “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya”.

Jika segala keinginan telah dipenuhi dan mereka tak lagi berupaya memisahkan diri, berarti negara telah berhasil memberi solusi. Jika mereka tetap melakukan perlawanan dan ingin memberontak, maka negara harus tegas memberikan perlawanan kembali.

Apa yang mereka lakukan tidak lain karena tidak memahami pentingnya sebuah persatuan dan kesatuan. Untuk itu menjadi kewajiban negara mendidik rakyat agar mereka lebih menyadari bahwa keutuhan sebuah negeri kaum muslimin harus dijaga agar tidak terpecah belah. Negeri-negeri muslim sedunia harus bersatu dalam tatanan global, yaitu Khilafah ala minjanin nubuwah. Agar negara kapitalisme ciut nyali untuk mengincar kekayaan alam milik kaum muslimin. Sebab negara Khilafah yang disegani telah kembali memimpin dunia.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

 

[faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis