Baha’i dalam Balutan Moderasi
Oleh: Bunda Kayyisa Al Mahira
Lensa Media News – Pernyataan kontroversi Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terus menuai polemik. Menag, melalui kanal YouTube Baha’i Indonesia (26/03/2021) memberikan ucapan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB untuk komunitas Baha’i. Ia pun mengajak mereka agar memperkuat persatuan dan kesatuan, serta menjunjung nilai moderasi beragama (Suara.com, 27/07/2021).
Meski terus menuai hujatan, Menag beralasan pernyataannya sudah sesuai konstitusi. Staf Khusus Menag, Ishfah Abidal Aziz menyebut langkah Menag ini sudah berdasarkan aturan perundang-undangan berlaku, yakni UU No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS) yang menyebut ada enam agama yang diakui di Indonesia. Menurutnya, tidak berarti selain enam agama tersebut dilarang dan tetap diizinkan selagi tidak bertentangan dengan UU (Cnnindonesia, 29/07/2021).
Pihak MUI sudah mengingatkan kepada Menag yang diwakili oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis dan Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad meminta Menag disiplin mengikuti aturan yang ada, yaitu hanya mengucapkan selamat hari raya kepada agama yang diakui pemerintah. Serta jangan offside menjadi melayani, apalagi memfasilitasi agama selain enam agama yang diakui pemerintah (Cnnindonesia.com, 28/07/2021 dan Detik.com, 29/07/2021).
Umat Islam harus waspada dan hati-hati terhadap aliran/sekte Baha’i ini. Sejak dulu Buya Hamka dalam buku Pelajaran Agama Islam (PAI) yang terbit pertama pada 1956 menulis bahwa Ahmadiyah dan Baha’i adalah dua aliran sesat.
Umat Islam pun harus mengetahui tentang ajaran Baha’i ini agar jangan sampai terpengaruh terlebih menjadi pengikutnya. Ajaran ini memiliki ritual mirip ajaran Islam, seperti salat dan puasa. Secara akidah, pendiri sekte ini (Baha’uddin) mengaku sebagai rasul, dan karya-karya tulisnya adalah wahyu Allah, serta mengajak manusia beriman kepada risalah yang diembannya.
Selain itu, sekte ini mengingkari Rasulullah SAW sebagai penutup para Rasul, mengatakan bahwa kitab-kitab yang diturunkan padanya menghapus (menasakh) Al-Qur’an dan berkeyakinan reinkarnasi (tanasukh al arwah). Sedangkan secara syariah, sekte ini banyak mengubah dan menggugurkan hukum-hukum fiqih Islam, seperti mengubah jumlah bilangan salat wajib dan waktunya, salat dilaksanakan sembilan rakaat (sehari) dan dilaksanakan masing-masing tiga rakaat yakni pada pagi, sore dan tergelincirnya matahari (Mediaumat.news, 29/07/2021).
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa aliran Baha’i ini sesat dan menyimpang. Walau demikian pemerintah tetap saja beralasan bahwa Baha’i ini adalah agama baru yang berbeda dengan agama yang ada saat ini dan harus diakui serta dilindungi dengan dalih toleransi dan untuk menjunjung nilai moderasi beragama.
Toleransi saat ini kian digaungkan seiring dengan program moderasi beragama. Program moderasi beragama mengaruskan agama Islam yang toleran, damai, dan menerima ide-ide Barat. Maka sekularisme, demokrasi, liberalisme, pluralisme, nasionalisme, HAM dipropagandakan sebagai ide yang tidak bertentangan dengan Islam dan harus diterima oleh kaum muslimin.
Program moderasi beragama ini hakikatnya adalah mengubah pandangan dan hukum Islam yang bersebrangan dengan hukum Barat agar sesuai dengan pandangan dan hukum mereka. Ruh dari moderasi beragama ini ada paham sekuler. Kaum muslimin tentu harus menolak dan melawan program moderasi beragama ini sebab hakikatnya adalah upaya menghancurkan eksistensi dan kemurnian Islam. Kaum muslimin digiring untuk beragama sesuai dengan arahan Barat yang berideologi kapitalis sekuler.
Selanjutnya terkait dengan toleransi, makna toleransi menurut Islam adalah menghormati keyakinannya, bukan mengakui dan menerima kebenaran agama dan keyakinan selain Islam, tidak ada toleransi dalam perkara akidah dan syariah. Islam tidak melarang kaum muslim berinteraksi dengan kaum kafir dalam perkara mubah seperti tolong menolong, jual-beli, kerjasama bisnis, dan sebagainya.
Terkait dengan pluralisme yang merupakan salah satu ide Barat yang menganggap semua agama sama, maka dalam pandangan Islam agama yang benar dan diridai Allah hanyalah Islam. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (TQS. Ali Imran: 19). Allah SWT pun berfirman: “Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan di akhirat dia termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang rugi” (TQS. Ali Imran: 85).
Alhasil, pengakuan terhadap keberadaan Baha’i merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yakni kebebasan beragama. Hal ini tentu sangat berbahaya, akan mengaburkan akidah umat Islam yang lurus. Dalam sistem Islam tentu hal ini tidak akan terjadi karena negara melindungi akidah umat dari segala bentuk perusakan dan penyimpangan. Maka menerapkan sistem Islam untuk melindungi akidah umat merupakan sebuah keniscayaan.
Wallahua’lam bishshawab.
[ah/LM]