Vaksin Selesaikan Pandemi?
Permasalahan negeri ini dalam mengatasi pandemi seolah tiada henti. Tingginya kasus lonjakan orang yang terkonfirmasi positif membuat pemerintah kewalahan dan kembali diberlakukan PPKM darurat. Hingga pemerintah terus menggenjot target vaksinasi, agar tercapai target herd immunity.
Kemenkes menargetkan laju capaian vaksinasi virus Corona (Covid-19) 2 juta dosis perhari, jika perlu 5 juta dosis perhari (CNNIndonesia,6/7/21). Sayang seribu sayang, angka vaksinasi Covid-19 di Indonesia baru mencapai 4,7 persen dari total populasi 270 juta penduduk. Artinya baru 12,6 juta orang yang mendapatkan vaksinasi secara lengkap, yakni dua dosis suntikan vaksin.
Angka ini masih jauh dari target, karena herd immunity bisa tercapai jika minimal 70 persen penduduk Indonesia sudah divaksin. Artinya, butuh 181 juta orang mendapatkan vaksin secara lengkap jika ingin mencapai kekebalan kelompok. (Kompas.TV,24/7/21).
Banyak hal yang menjadi kendala. Mulai dari problem gejolak rantai pasok vaksin akibat nasionalisme vaksin yang begitu kuat di level global, juga terbatasnya ketersediaan atau dukungan faskes dan tenaga nakes yang memadai. Bahkan, persoalan klise, namun utama yang terus dihadapi negeri ini, yakni soal minimnya pendanaan. Inilah karakteristik sistem kapitalis, rakyat seolah-olah menjadi korbannya.
Maka dari itu, akar permasalahan tak terselesaikannya persoalan pandemi, bukanlah sebatas vaksinasi yang belum mencapai 70 persen. Bukan pula karena kebijakan PPKM Darurat yang serba nanggung. Namun, akar masalahnya adalah ketidakpercayaan umat pada penguasa yang telah mengakar belukar.
Sungguh, kunci terselesaikannya pandemi saat ini adalah mengembalikan kepercayaan umat pada penguasa. Agar penguasa dan umat bahu membahu bekerjasama dalam menyelesaikan pandemi. Namun, penguasa yang cinta pada rakyatnya, bekerja hanya untuk melayani rakyatnya, hanya akan kita temui dalam masyarakat Islam yang kehidupannya dinaungi sistem buatan illahi, Khilafah Islamiah.
Resti Mulyawati, S. Farm
[hw/LM]