PPKM Darurat, Lukai Hati Rakyat

Oleh: Ummu Qutus

(Ummahat dan Member AMK) 

 

Lensa Media News – Untuk menekan laju penularan Covid-19, pemerintah memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di 121 kabupaten/kota mulai 3-20 Juli 2021. Salah satu detilnya adalah penutupan tempat ibadah termasuk masjid dan musala. Dengan alasan kondisi darurat dengan tingkat keterpaparan Covid-19 yang semakin meningkat. Dikutip dari Liputan6.com, 02/07/2021, Kementrian Agama juga memutuskan untuk meniadakan Idul Adha 1442 H di masjid maupun di lapangan terbuka yang dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlakukan PPKM Darurat.

Dalam aturan PPKM Darurat yang lain, disebutkan sektor esensial yang boleh tetap buka hampir semuanya sektor ekonomi. Dan ekonomi inipun bukan ekonomi rakyat. Malah di Makassar sektor “kemaksiatan” menjadi esensial karena semua itu adalah upaya menggerakkan perekonomian Makassar. Melalui surat edaran yang dikeluarkan Wali Kota Makassar, Ramadhan Dhanny Pomanto, yang berisi penundaan pelaksanaan ibadah sementara membolehkan pelaksanaan kegiatan klub malam, diskotek, dan semacamnya termasuk sarana penunjang tempat hiburan malam yang ada di hotel, diizinkan sampai pukul 17.00 WITA (Detik.com, 07/07/2021).

Sungguh miris, tempat ibadah ditutup, sementara tempat kemaksiatan malah dibuka dengan alasan ekonomi. Padahal akses negatif yang ditimbulkan tempat hiburan yang berbau maksiat ini telah sangat nyata. Beginilah jika sistem sekuler kapitalis yang menjadi pijakan dalam membuat aturan. Sistem ini tidak akan memperdulikan apakah bisnis tersebut halal atau haram. Selama bisnis itu mampu menggenjot perekonomian, tak perduli buruk atau merusak, maka sah-sah saja dilakukan bahkan difasilitasi. Tentu hal ini semakin menyuburkan kemaksiatan.

Sistem sekuler-kapitalis pula yang menihilkan peran agama dalam menangani pandemi. Solusi yang ditawarkan berkutat pada masalah ekonomi, tak peduli dengan berjatuhannya korban nyawa. Dalam sistem ini, nyawa dipandang sebagai faktor produksi yang tidak lebih penting dibanding faktor produksi yang lainnya, seperti modal.

Maka wajar jika umat makin bertanya-tanya, mengapa masjid ditutup, sholat Idul Adha ditiadakan, serta pemberangkatan haji dibatalkan. Namun, pada saat yang sama tempat-tempat yang jauh lebih berpotensi menimbulkan kerumunan tetap dibuka. Lihat pula para TKA Cina bebas melenggang masuk dengan hanya berbekal rapid test atau keterangan vaksin. Padahal tidak ada jaminan dengan berbekal keterangan vaksin, dia steril dari virus.

Ketidakadilan dipertontonkan dan sering dialamatkan pada kaum muslim. Hal ini menjadikan kepercayaan umat terhadap penguasa semakin luntur. Umat menganggap bahwa kebijakan tersebut seperti tengah melecehkan ajaran Islam. Karena memang mereka sering mengusik syariat. Hal ini sangat melukai hati umat, padahal mereka adalah warga mayoritas yang telah lama dan bersama membangun negeri ini.

Andaikan dari awal terjadinya wabah, penguasa langsung bertindak dan mau mendengar para pakar dalam menyelesaikan pandemi maka penyebaran wabah tidak akan menggila seperti saat ini. Tidak akan ada masalah turunan seperti penutupan masjid, pelarangan Idul Adha, penundaan ibadah haji akibat kesalahan kebijakan penanggulangan pandemi.

Negara seharusnya menjadi pilar terdepan dalam melindungi keselamatan warganya dan melindungi syariat agar sempurna penerapannya. Suasana keimanan terus dibangun dan dijaga keistikamahannya. Umat akan diarahkan untuk terus berdoa kepada Allah Swt. dan berikhtiar agar pandemi ini cepat berakhir. Bukan malah menjauh dari syariat apalagi melecehkannya.

Agar pandemi segera berakhir, maka sebagai seorang muslim kita wajib menyelesaikannya dengan syariah Islam. Tak boleh ada ketundukan selain kepada Allah Swt., berhukum dengan hukum-Nya, dan tunduk terhadap semua aturan-Nya. Niscaya semua permasalahan akan selesai dengan tuntas.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis