Nasib Haji Negeri Mayoritas Muslim
Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi.
Lensa Media News – Pandemi Covid-19 sudah hampir dua tahun melanda dunia, hal ini pula yang menjadi alasan negara-negara di dunia untuk membatalkan keberangkatan haji warga negaranya, tidak terkecuali Indonesia. Untuk kali kedua, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) membatalkan keberangkatan haji di tahun 2021 ini.
Pembatalan kali kedua ini kembali menuai polemik di masyarakat, mengingat masyarakat memperoleh informasi di media massa bahwa uang jemaah haji telah digunakan pemerintah untuk membangun infrsatruktur.
Detiknews.com (5/6/2021) merilis, di tengah polemik, muncul isu-isu miring soal keputusan pembatalan haji 2021 ini. Berikut sejumlah isu miring yang ditepis pemerintah soal pembatalan haji 2021 : Isu soal dana haji 2021. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menjamin dana haji aman. Hal itu disampaikan Muhadjir setelah mendapatkan penjelasan mengenai pengelolaan dana haji dari Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu, “Tidak ada namanya isu-isu seperti yang bekembang di masyarakat.Artinya apa? Dana haji saya jamin aman,” tegasnya.
Isu haji 2021 batal karena minim lobi. Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan keputusan pembatalan haji tak terkait dengan lobi pemerintah ke Arab Saudi. Hubungan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi disebut dalam kondisi baik.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas pun menepis anggapan minim upaya diplomasi antara pemerintah dengan Arab Saudi terkait kuota haji 2021. Yaqut menuturkan telah melakukan upaya diplomasi, baik melalui Kemenag maupun Kemenlu, kedutaan besar, dan lain-lain yang dipandang bisa memperjelas soal jaminan kesehatan, keamanan dan jiwa jamaah.
Haji dalam Sistem Islam
Sebenarnya umat tidak mempermasalahkan pembatalan haji, hanya saja umat butuh transparansi dan klarifikasi isu-isu yang berkembang, bukannya nanti menjelang pembatalan haji baru pemerintah tampak sibuk melakukan klarifikasi.
Karena, sepanjang 14 abad lamanya dalam sejarah peradaban Islam, tercatat terdapat 40 kali pelaksanaan ibadah haji ditunda karena alasan wabah, perang hingga konflik politik. Pada 930 M untuk pertama kalinya ibadah haji ditutup, pada saat adanya pemberontakan kelompok Qarmatiah terhadap kekhilafahan Abasiyah.
Pada 1831, penundaan haji karena wabah pun pernah terjadi, yaitu ketika wabah cacar dari India yang membunuh sekitar 75 persen jamaah haji di Makkah. Wabah kembali menimpa Makkah tahun 1837, sehingga pada tahun 1837-1840 ibadah haji ditiadakan (dikutip dari Kitab Al Bidayah wan-Nihayah karangan Ibnu Katsir) (WacanaEdukasi/13/6/2021).
Selain itu, sangat mencolok perbedaan pengelolaan haji pada sistem kapitalis sekuler saat ini, dengan saat pemerintahan Islam masih tegak, diantaranya saat ini haji menjadi bahan komersialisasi.
Berbeda dengan pemerintahan Islam, yang mana pemerintah membuka opsi rute darat, laut dan udara, dengan biaya yang berbeda. Pemerintah Islam juga akan menghapus visa haji dan umrah, karena wilayah pemerintahan Islam meliputi semua negeri-negri Islam dan tidak tersekat oleh negara (semua berada dalam satu kesatuan wilayah Daulah Islamiyah).
Visa hanya berlaku bagi warga negara kafir. Selain itu, pemerintahan Islam pun akan membangun sarana-sarana utuk memperlancar pelaksanaan ibadah haji.
Fakta sejarah menunjukkan, pada masa Khilafah Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji, yang dikenal degan Hijaz railway.
Khilafah Abbasiyyah, Harun ar Rasyid, mebangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah), termasuk membangun saluran air yang menjamin jemaah haji tidak kekurangan air sepanjang perjalanan. Pada masing-masing titik dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.
Tidak kalah pentingnya pelaksanaan protokol kesehatan bagi jamaah haji, sehingga jemaah haji yang sehat tetap bisa melaksanakan haji. Olehnya itu, tidak ada alasan jika wabah Covid-19 pada tahun ke-2 ini menjadi penghalang pelaksanaan ibadah haji, mengingat haji merupakan kewajiban agung sekaligus kewajiban dari Allah Swt., sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Islam dibangun atas lima perkara kesaksian bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji dan shaum Ramadhan.” (HR al-Bukhari)
Allah Swt. berfirman, “Ibadah haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah. Siapa saja yang mengingkari (kewajiban haji), seungguh Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (TQS Ali Imran : 97)
Semoga saja sistem pemerintahan dunia saat ini segera tergantikan dengan sistem Islam, sehingga tidak ada lagi hak-hak umat Islam yang pelaksanaannya merupakan wujud ketaatan kepada Allah Swt, diabaikan. Walllahu’alam bishowab. [LM/Mi]