Wisata Medis, Devisa Baru ala Kapitalis
Oleh: Rery Kurniawati Danu Iswanto
(Praktisi Pendidikan)
Lensa Media News – Momentum krisis pandemi rupanya dimanfaatkan betul oleh pemerintah untuk mengais keuntungan dan mengambil peluang. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagaimana dikutip dari cnbcindonesia.com, 21 Oktober 2020, mengungkapkan bahwa melalui wisata medis pemerintah ingin menarik investor luar negeri, menyediakan lapangan pekerjaan, membangun industri wisata layanan kesehatan, dan menarik laju layanan kesehatan yang mengalirkan devisa dari negara-negara kaya.
Untuk mendukung hal tersebut akan dibangun beberapa rumah sakit bertaraf internasional, memberikan ijin dokter-dokter asing masuk ke Indonesia, dan tentu saja layanan kesehatan “import” lainnya. Dan bukan sekadar rencana, bahkan pemerintah sudah melirik John Hopkins di Amerika untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Yups… selamat datang di industri wisata medis Indonesia! Layanan kesehatan mewah berbiaya mahal ini akan tersedia di tanah air. Dengan ini orang-orang kaya seperti para pejabat dan kaum sosialita tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mencari layanan kesehatan. Bagaimana dengan rakyat miskin dan masyarakat kelas menengah kebawah lainnya?
Ya, jangan berharap bisa menikmati fasilitas mewah di rumah sakit internasional. Rakyat kelas menengah kebawah cukup menikmati saja layanan yang sudah ada. Ironi! Sementara sebagian besar rakyat masih sangat membutuhkan layanan kesehatan untuk melewati pandemi, pemerintah malah memikirkan cara mencari keuntungan dan menjadikan pandemi sebagai peluang investasi.
Memang apa ruginya jika industri layanan kesehatan di Indonesia menjadi lebih maju dan bertaraf internasional? Jika dilihat dari sudut pandang pemasukan devisa dan indikator materi lainnya mungkin bisa saja menguntungkan. Akan tetapi urusan layanan kesehatan bagi rakyat bukan sekadar bicara untung dan rugi secara ekonomi. Banyak hal lain yang akan menimbulkan madharat bagi kemaslahatan rakyat. Terutama sekali jaminan kehalalan produk-produk kesehatan yang dipakai, bukan tidak mungkin akan banyak obat-obatan import yang tidak terjamin kehalalannya.
Kemudian masalah lainnya yaitu akan terjadi privatisasi layanan kesehatan dari rumah sakit-rumah sakit asing yang masuk ke Indonesia, sehingga biaya layanan kesehatan akan sangat mahal dan hanya dapat diakses oleh orang-orang yang mempunyai cukup dana. Dari sisi sumber daya manusia, bagi tenaga medis maupun non medis bisa jadi bukannya membuka lapangan pekerjaan justru malah dapat menyingkirkan lapangan pekerjaan bagi tenaga dari dalam negeri.
Kesehatan adalah hak dasar yang harus didapatkan oleh semua warga negara tanpa kecuali. Dan sudah menjadi kewajiban negara memenuhi hak tersebut. Dalam sistem Islam, layanan kesehatan bersifat universal, artinya tidak ada pembedaan kategori kelas layanan bagi semua pasien. Semua pasien yang membutuhkan layanan kesehatan dilayani dengan standar yang sama kualitasnya.
Rakyat juga tidak dibebankan biaya layanan kesehatan dan semua dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Jadi, dalam sistem Islam tidak boleh ada upaya mencari keuntungan dari industri medis. Justru negara berupaya memberikan layanan kesehatan yang sebaik-baiknya untuk menjamin kesehatan rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda: “ Kalian begitu berhasrat atas kekuasaan, sementara kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kesedihan pada hari kiamat….” (HR. Ahmad). Semoga para penguasa negeri ini segera menyadari kesalahannya.
Wallahualam bishowab.
[ry/LM]