Penanganan Covid-19 Butuh Islam Kaffah
Oleh: Isnawati
(Muslimah Penulis Peradaban)
Lensamedianews.com– Pada 2 Maret 2020 pertama kalinya Covid-19 terdeteksi di Indonesia. Penyebarannya sangat cepat dan ganas. 9 April 2020 pandemi sudah menyebar ke 34 Provinsi, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Jumlah yang terinfeksi virus corona masih terus bertambah setiap harinya, 29 September 2020 sudah menempati peringkat kedua terbanyak di Asia Tenggara. Kematian sudah mencapai 10.601 jiwa dan diperkirakan jauh lebih tinggi dari data yang dilaporkan dan menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia (Wikipedia, 29/09/2020).
Munculnya virus corona membuat pemerintah selalu mengimbau agar masyarakat selalu menjaga kesehatan dengan selalu mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan menjaga jarak (socialdistancing) dengan orang lain. Upaya tersebut menjadi target akhir, hanya untuk mengurangi tingkat penularan serta memperkecil jumlah yang sakit dan meninggal.
Kekurangan sumber daya untuk mengatasi virus corona merupakan masalah besar bagi negeri ini, sebagaimana kebijakan lockdown. Keberadaan warga yang hidup dari upah harian memaksa tetap keluar rumah mencari nafkah. Bahkan kebijakan tersebut jika tetap dipaksakan menjadi penderitaan yang akan membawa kematian bagi masyarakat.
Kapasitas negara dalam menangani pandemi ini sungguh sangat dipertanyakan. Melihat dari fakta penanganan kasus di lapangan sangat tidak memadai. Keraguan itu terlihat dari lemahnya perlindungan data pribadi korban, buruknya komunikasi dengan publik, hingga minimnya kesiapan teknis dan medis.
Sebenarnya wabah itu bisa terjadi di masa pemerintahan siapa saja. Overwhelmed hingga kolaps menghadapi wabah bisa saja terjadi. Yang membedakan adalah upaya penguasa dalam melayani rakyatnya. Peran dalam sebuah kepemimpinan sangat dibutuhkan. Akan menjadi bencana besar jika kepentingan ekonomi di atas segalanya, seperti hari ini. Kesehatan dan keselamatan nyawa rakyat hanyalah industri bisnis yang digerakkan oleh untung dan rugi segelintir oligarki.
Pertimbangan ekonomi tampak dari diabaikannya lockdown yang merupakan upaya pencegahan paling ampuh. Saat ini virus corona sudah semakin menyebar dan menelan korban yang tidak sedikit. Kesalahan dan ketidakberdayaan harus segera dihentikan. Solusi tuntas sangat dibutuhkan, bukan hanya saat pandemi saja tapi juga setelah pandemi.
Selain kebijakan negara yang harus diperbaiki, pemahaman, dan kesadaran masyarakat juga diperbaiki. Standarisasi dan keyakinan yang sama tentang syariat Islam akan memudahkan pengaturan. Mekanisme yang benar untuk mengatasi krisis di semua aspek adalah menjauhi pinjaman riba meskipun memang kebutuhan sumber daya untuk menanggulangi pandemi sangat besar.
Menyelesaikan masalah seharusnya tanpa masalah lagi, itulah yang disebut solusi. Pinjaman luar negeri berbasis riba sama dengan masuk ke mulut buaya. Upaya koordinasi yang cermat dan hati-hati antara penguasa negeri ini dan negeri-negeri muslim harus segera dilakukan. Negeri-negeri muslim termasuk Indonesia adalah negeri yang kaya akan barang tambang, batu bara, BBM, emas, dan sebagainya.
Kehadiran pemimpin visioner dengan karakter yang kuat harus segera dihadirkan. Neoliberalisme yang telah menciptakan hegemoni terhadap negara-negara muslim harus diakhiri. Dengan begitu pelaksanaan anggaran berbasis baitul mal yang bersifat mutlak akan memberikan kemampuan finansial, seiring penerapan sistem ekonomi Islam.
Syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah meniscayakan segera terwujudnya Indonesia dan dunia yang mampu menanggulangi krisis dari berbagai wabah. Sejahtera bagi seluruh alam pasti terwujud.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Qs. Al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam bishshawab.
(Ah)