Hilangnya Hak pendidikan di Masa Pandemi
Oleh: Arinda Tymfani U.K
(Aktivis Muslimah Papua)
Lensa Media News – Sejak akhir Maret lalu, puluhan juta murid di Indonesia menerapkan pembelajaran jarak jauh atau daring demi mengurangi dampak pandemi Covid-19. Namun, riset terbaru dari Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) mendapati bahwa program tersebut tak diwujudkan dengan baik di lapangan. Sebanyak 300 orang tua siswa sekolah dasar di 18 kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara (Kaltara), dan Jawa Timur mengonfirmasi ketimpangan tersebut.
Hanya sekitar 28% anak yang sanggup belajar menggunakan media daring untuk belajar maupun menggunakan aplikasi belajar daring. Adapun 66% pelajar menggunakan buku dan lembar kerja siswa, dan 6% orang tua menyatakan tidak ada pembelajaran sama sekali selama siswa diminta belajar dari rumah (asumsi.co, 12/05/20).
Bagi sebagian masyarakat perkotaan, sudah bukan sesuatu yang aneh atau sulit untuk mempunyai gawai. Namun, bagi kebanyakan masyarakat pedesaan, perangkat telepon pintar itu menjadi barang baru dan mewah, terlebih bagi keluarga dengan ekonomi lemah. Padahal telepon pintar menjadi syarat lancarnya KBM. Contohnya Dimas Ibnu Alias, siswa SMP Negeri 1 Rembang, Jawa Tengah, yang tidak mempunyai gawai sebagai sarana belajar daring. Akibatnya, Dimas tetap berangkat ke sekokah untuk belajar meskipun sendiri di sekolah tersebut (mediaindonesia.com, 24/07/20).
Hilangnya Hak Puluhan Pelajar Saat Pandemi
Di masa pendemi Covid-19 yang tidak kunjung usai penanganannya, menambah permasalahan lain yakni pada bidang pendidikan. Puluhan juta pelajar kehilangan hak pendidikannya. Bahkan banyak pula yang memutuskan untuk berhenti sekolah. Padahal, pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat. Pendidikan pula yang mencetak generasi penerus bangsa.
Akhir-akhir ini akses KBM melalui daring membuat murid dan orang tua mengeluh. Karena tidak semuanya memiliki fasilitas yang memadai di rumahnya. Fasilitas tersebut berupa perangkat telepon pintar dan kebutuhan sinyal yang harus cukup kuat untuk daring. Dengan keterbatasan fasilitas tersebut sehingga ada yang harus datang ke rumah teman satu sekolahnya, ke warung internet, turun dari dataran tinggi, bahkan hingga duduk di pinggir jalan hanya untuk mencari sinyal di tengah pandemi ini.
Jika keadaan seperti ini, siapa yang disalahkan? Kita sudah ketahui hak layak belajar dikembalikan kepada masing-masing individu. Jika kita kuat untuk mencukupi maka tidak akan ada permasalahan dalam KBM di sekolah maupun daring. Dan jika ada seseorang yang mau mambantu maka itu menjadi hal yang wajar.
Solusi Mustanir
Sejarah peradaban Islam sangat melekat pada umat muslim saat ini. Karena kondisi negara saat ini tidak berperan penuh dalam permasalahan umat. Suatu negara seharusnya menjamin kebutuhan rakyat disaat kondisi pandemi maupun normal. Pada masa Khulafa ar-Rasyidin, terjaminnya segala kebutuhan rakyat salah satunya hak pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam Islam. Karena menjadi suatu kebutuhan dasar untuk masyarakat.
Di dalam sistem Islam hak layak belajar sangat diprioritaskan. Melalui pengalokasian dana yang dibagikan secara merata demi kemaslahatan umat sesuai kebutuhan antara perkotaan dan pedesaan. Khususnya dalam kemajuan telekomunikasi, sehingga tidak ada pemborosan untuk suatu permasalahan yang jelas berbeda penangananya. Dan KBM antara di kota maupun di desa semuanya berjalan dengan baik. Apalagi di masa pendemi saat ini, negara Islam akan sigap memberikan fasilitas yang memadai untuk rakyat. Begitu pula dengan pembangunan infrastrukturnya yang tidak digunakan untuk korporasi.
Selain itu negara Islam pun tidak luput dari tugasnya untuk mencari vaksin virus agar pendemi ini segera berakhir dan kembali melancarkan KBM secara normal. Namun, sangat disayangkan negara saat ini justru menggunakan kondisi pandemi untuk kepentingan penguasa. KBM daring semakin panjang waktunya. Akibatnya banyak pelajar yang memilih putus sekolah karena tidak bisa mengimbangi untuk kebutuhan pokok dan sekolah.
Nabi bersabda, “al-Imam ra’[in] wa huwa mas’ul[un] ‘an ra’iyyatihi.” (Imam [kepala negara] laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya). Karena itu, khilafah bertanggungjawab penuh untuk mengurus dan menyelesaikan semuanya.
Wallahualam Bish-Showab
[ry/LM]