Keadilan untuk Novel Baswedan
Kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, yang merupakan penyidik senior KPK, mengakibatkan cacat permanen pada mata kiri Novel. Setelah hampir tiga tahun kasus ini bergulir, akhirnya dua terdakwa oknum polisi yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut hanya satu tahun penjara.
Tuntutan ringan ini menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat. Sebab, dianggap tidak setimpal dengan akibat yang ditimbulkan pada korban.
Ketidaksengajaan pelaku, menjadi dalih jaksa untuk meringankan tuntutan terdakwa. Hal ini tentu saja merusak logika dan nalar. Padahal, menurut pasal 355 ayat 1 KUHP, terdakwa seharusnya dituntut minimal dua belas tahun penjara. Sebagaimana kasus penyiraman air keras pada pemandu dangdut di Mojokerto 2017 lalu. Ia divonis dua belas tahun penjara.
Dengan keputusan ini, membuktikan bahwa keadilan di negeri ini sudah mati. Ketidakadilan tidak hanya dirasakan oleh Novel Baswedan. Banyak di luar sana yang senasib, bahkan tak kalah tragis.
Inilah hukum dalam demokrasi, tidak akan pernah memuaskan akal dan jiwa seseorang. Sebab, didasarkan pada hawa nafsu dan kepentingan diri maupun kelompok. Ketidakadilan dan kezaliman ini hanya bisa dihilangkan dengan kembali menerapkan syariat Islam secara kaffah. Sebab, hukum Allah adalah hukum yang adil bagi seluruh makhluk di muka bumi ini.
Siska Julia Rahman,
Bombana, Sulawesi Tenggara
[hw/LM]