Menyoal Himbauan Ramah terhadap Wabah
Setelah beberapa hari yg lalu mengeluarkan ajakan perang terhadap covid-19 pada forum Konferensi virtual negara-negara G-20, kini presiden menyerukan kepada masyarakat untuk berdamai dengan wabah. Belumlah berselang lama, kebijakan itu berubah lagi.
Sebagai seorang Kepala negara tidak sepantasnya plin-plan dalam membuat pernyataan karena posisinya yang sangat strategis sebagai rujukan masyarakat. Hal ini tentu saja menimbulkan kontrakdiksi pada program-program seputar penanganan covid-19 yang telah dan sedang berlangsung. Tenaga medis sebagai garda terdepan menjadi pihak yang paling terdampak dari inkonsistensi tersebut karena semua tindakan terkait covid-19 seolah tidak berguna dengan adanya himbauan damai tersebut. Itu artinya memberikan pilihan pada masyarakat apakah waspada atau mengabaikan bahaya covid-19.
Berubah-ubahnya kebijakan tersebut tidak terlepas dari tuntutan sektor ekonomi yang terus melambat bukan karena prioritas keselamatan nyawa warga negara, sungguh sangat ironis.
Hal seperti ini tidak perlu terjadi jika ada ketegasan sikap sedari awal oleh pemerintah untuk menerapkan lockdown sehingga tidak berlarut-larut permasalannya. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur dan semuanya membawa dampak.
Dalam Islam sangat jelas kebijakannya jika suatu wilayah terkena wabah maka lockdown segera diterapkan sebagaimana Rasulullah ajarkan, yaitu tidak boleh leluasa keluar masuk sehingga penanganan berlangsung efektif dan efisien.
Maka sungguh umat saat ini memang membutuhkan kehadiran pemimpin yang kuat dan amanah, yang hanya bisa terwujud dalam bingkai Negara Khilafah yang akan menerapkan Syari’at Islam dan menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, in syaa Allah. [RA/LM]
Mu’allimah
Ibu Rumah Tangga
Jogjakarta