Menjadi Anak Tiri di Negeri Sendiri
Oleh: Anita Sutrisnawati, S.Pd
LensaMediaNews— Wabah virus Corona yang menimpa hampir seluruh negara di dunia, membuat nasib tenaga kerja semakin tak menentu. Per 1 Mei 2020 Kemenaker mencatat ada sekitar 1,9 juta orang kehilangan pekerjaan. Angka ini meliputi sektor formal dan informal. (Kompas.co.id, 19/04/2020)
Baru-baru ini Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Dr. Beta Yulianita Gitaharie mengatakan, data yang awalnya sekitar 2 juta pekerja telah meningkat hingga tembus angka 6 juta pekerja baik dari sektor formal maupun informal. (Okezone.com, 12/5/2020)
Bak anak tiri di negeri sendiri, disaat jutaan pekerja di dalam negeri di-PHK 500 TKA China kembali masuk ke Indonesia atas permintaan dua perusahaan nikel Nasional. Lebih menyakitkan lagi kedatangan mereka tak bisa ditolak oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan keberadaan mereka di Indonesia dilindungi oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19 (wartaekonomi.co.id, 01/05/2020).
Seperti menutup mata pada kenyataan bahwa jutaan penduduk Indonesia membutuhkan lapangan pekerjaan, atas nama kepentingan investasi dan ekonomi pemerintah membiarkan nyawa jutaan rakyat terancam dengan penyebaran wabah virus Corona dan dampak ekonomi dari PHK massal. Sungguh miris nasib rakyat di dalam sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme. Meski rakyat dianggap sebagai pemilik kedaulatan dan kekuasaan, namun pada faktanya kepentingan para korporatlah mengendalikan pemerintahan.
Tak jarang penguasa yang berkolaborasi dengan pemerintah mengeksploitasi segala sumber daya alam hingga tak tersisa kecuali sedikit sekali untuk rakyat. Bahkan sering kali rakyat hanya menerima pepesan kosong dari apa yang mereka janjikan saat pemilu.
Satu sisi yang sangat bertolak belakang dengan pemerintah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw mengibaratkan seorang penguasa adalah Roin (Penggembala). Pengembala adalah sebuah kiasan yang sangat tepat bagi seorang pemimpin atau penguasa. Pengembala bertanggung jawab penuh pada hewan-hewan yang digembalakan misalnya domba. Ia bertanggungjawab untuk mencarikan domba-domba tadi padang rumput hijau yang subur dimana para domba tadi bisa makan sampai terpenuhi kebutuhan mereka, mata air untuk minum, juga tempat yang aman dari gangguan serigala.
Artinya dalam dalam Islam rakyat dipandang sebagai amanah yang harus diurus dan dijaga. Dirinya, hartanya, akalnya, kehormatannya, agamanya, bahkan nyawanya semuanya menjadi tanggung jawab siapa pun yang berani menerima amanah kekuasaan. Para penguasa wajib memastikan, semua kebutuhan rakyatnya, mulai dari urusan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan, terpenuhi dengan baik, melalui penerapan sistem aturan Islam, termasuk sistem politik ekonominya. Dan jaminan ini, dipastikan harus diterima oleh setiap warga negara.
Sejarah mencatat Rasulullah Saw dan para Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin yang sangat perduli pada urusan rakyatnya. Pada masanya Rasulullah tidak pernah menolak jika ada sahabat atau warga yang meminta tanah untuk dikelola sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan untuk kehidupannya. Bahkan beliau pernah memberi Bilal Al-Muzni sebuah lembah untuk dikelolanya. Rasulullah Saw juga membiarkan kebun-kebun kurma di daerah Khaibar untuk di rawat dan dikelola oleh penduduk Khaibar dengan sistem bagi hasil sehingga mereka tetap berpenghasilan.
Selain memberikan lapangan pekerjaan secara langsung, Rasulullah juga mengajarkan mekanisme distribusi harta yang mencegah harta hanya terkumpul pada orang-orang kaya saja sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi yang lain. Rasulullah melarang penimbunan harta (emas dan perak sebagai mata uang) tanpa kebutuhan dan membolehkan menyimpan (saving) untuk kebutuhan tertentu. Aturan ini akan memaksa mereka yang memiliki banyak harta untuk membuka sebuah usaha yang otomatis akan membuka lapangan pekerjaan baru atau menyedekahkannya. Keduanya membawa dampak positif pada roda perekonomian.
Distribusi kekayaan yang merata akan menyebabkan daya beli masyarakat menguat. Daya beli masyarakat yang baik tentu akan memutar roda perekonomian dan pada akhirnya juga akan memunculkan sektor-sektor usaha baru yang banyak menyerap tenaga kerja.
Inilah beberapa solusi Islam yang diajarkan oleh Rasulullah dalam mengatasi pengangguran, menciptakan lapangan kerja, sekaligus menjamin perputaran roda perekonomian negara. Penerapannya dalam skala negara akan membawa pada baiknya kondisi kehidupan di dunia dan di akhirat. [RA/LM]