Kesaktian yang Ambigu
Hari Kesaktian Pancasila diperingati di antara duka anak bangsa. Berbagai harapan dan doa dikicaukan. Semua berharap Indonesia segera sembuh. Terlihat betapa ‘sakit’nya negeri ini.
Sejumlah Undang-undang (UU) dibahas tanpa memperhatikan opini publik, pengesahan UU yang serba kilat, kasus Papua, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga ancaman disintegrasi Papua.
Merespon sikap penguasa menghadapi persoalan umat, membuat seluruh elemen masyarakat turun ke jalan melakukan aksi untuk menyampaikan aspirasi. Hanya saja suara mereka tidak didengar, bahkan diancam jeruji. Ini meresahkan. Ke mana seharusnya masyarakat berharap perbaikan untuk negeri.
Apakah Pancasila masih sakti, mampu menyeselesaikan seluruh kemelut di negeri ini? Atau, jangan-jangan sila yang ada hanya berupa falsafah hayali yang sulit diterapkan akibat tarik menarik berbagai kepentingan. Jika memang sakti, bukankan seharusnya tidak terjadi gejolak dan seluruh rakyat merasakan sejahtera.
Melihat berbagai bencana yang terus mengisi hari-hari di dalam kehidupan umat, mengoyak rasa kemanusiaan. Di mana kiranya kesaktian itu? Apakah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya hanya untuk masyarakat, bukan bagi penguasa?
Pada hari Selasa (1/10/2019), warga Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Warganet pun meramaikan lini masa Twitter dengan tagar #SelamatHariKesaktianPancasila. Menjadi trending topic dengan 3.866 kali ditwit oleh warganet.
Berharap tanah air kembali damai. Rakyat sejahtera tanpa dominasi pemikiran kufur. Serta hidup bahagia di bawah kendali ideologi yang bersih dan murni yang datangnya dari Allah pemilik alam semesta dan kehidupan.
Lulu Nugroho
[Fa]