Kampus Kelola Tambang, Orientasi Pendidikan semakin Salah Arah
Oleh Ida Paidah, S.Pd
Lensamedianews.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Andreas Hugo Pereira, menegaskan bahwa parlemen tidak akan sembarangan memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Meski DPR telah mengakomodasi hal tersebut dalam revisi keempat Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), pemberian izin akan melalui pertimbangan yang matang. (Nusakata.com)
Ia menambahkan bahwa semangat DPR adalah memberikan kesempatan yang sama, tetapi tetap mempertimbangkan kelayakan dan kemampuan perguruan tinggi tersebut. Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, DPR menyetujui perubahan keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR.
Ketentuan mengenai perguruan tinggi yang dapat mengelola tambang diatur dalam Pasal 51A dalam draft revisi UU Minerba, dengan ketentuan sebagai berikut: Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi melalui mekanisme prioritas. Mekanisme prioritas tersebut mempertimbangkan:
a. Luas WIUP Mineral Logam.
b. Akreditasi perguruan tinggi dengan status minimal B.
c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat. Ketentuan lebih lanjut akan diatur melalui atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Perubahan Peran Kampus
Di sisi lain, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi, menolak ide pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi. Ia khawatir hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan, mengingat kampus selama ini berperan sebagai penjaga lingkungan, tetapi justru berpotensi menjadi perusak lingkungan. Fahmi juga menyoroti potensi meningkatnya konflik sosial antara sektor pertambangan dan masyarakat jika kampus ikut mengelola tambang.
Selain itu, ia menilai perguruan tinggi tidak memiliki kompetensi untuk mengelola tambang dari hulu hingga hilir. “Pada akhirnya, kampus hanya akan memegang izin, sementara pengelolaannya dilakukan oleh pihak pemodal. Kampus hanya mendapat bagian kecil, sedangkan bagian terbesar dinikmati oleh pemodal,” tegas Fahmi.
Wacana Kampus mengelola tambang memungkinkan karena adanya otonomi kampus yang membuat kampus mencari pendapatan mandiri. Usulan ini sejatinya akan membelokkan orientasi kampus. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PT PTN BH).
Disfungsi Negara
Selain itu, hal ini juga menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa’in dan junnah yang bertanggung jawab atas pemenuhan publik atas kebutuhan akses ke Perguruan Tinggi dan pengelolaan tambang sebagai harta milik umum.
Kampus berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi Pendidikan. Dalam sistem Kapitalisme, pembiayaan ditanggung orangtua atau personal sehingga menjadi sangat berat dan menutup peluang mahasiwa yang miskin mengenyam Pendidikan Tinggi.
Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah Islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat. Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan.
Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan. Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini.
Tambang adalah milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Dengan penerapan sistem Islam secara keseluruhan, generasi akan terjaga pergaulannya, tercegah dari pergaulan bebas dan kerusakan akhlak lainnya.
Keimanan yang kuat akan menjaga generasi selalu dalam ketaatan dan jauh dari kemaksiatan. Kontrol masyarakat dan penerapan sistem sanksi Islam yang tegas akan menjaga keselamatan generasi dari pemikiran rusak dan perbuatan maksiat. Kehadiran negara yang seperti ini akan mencegah rusaknya generasi